
RIBUAN alumni Universitas Janabadra, Sabtu (4/10) memadati Jalan Tentara Rakyat Mataram Yogyakarta untuk mengikuti Janabadra Club Rendezvous (JCR) Dies Natalis ke-67 di perguruan tinggi yang dikenal sebagai kampus merah ini.
Alumni senior Heroe Waskito yang juga Ketua Umum Pergerakan Advokat menjelaskan alumni Universitas Janabadra yang jumlahnya ribuan ini sudah menyebar ke berbagai pelosok tanah air dengan beragam profesi yang ditekuni.
Menurut dia, perguruan tinggi yang kini dikenal lahir dari semangat perjuangan, nasionalisme dan patriotisme ini terus berkembang, namun tidak meninggalkan peran utamanya sebagai institusi akademik yang terus memberikan pencerahan dan keilmuan serta kepandaian kepada para mahasiswanya tetapi juga telah menjelma menjadi simbol bagaimana bangsa Indonesia membentuk karakter pejuang melalui media pendidikan.
"Universitas Janabadra dalam kiprahnya tidak hanya berperan sebagai institusi akademik, melainkan juga simbol bagaimana bangsa Indonesia membentuk karakter pejuang melalui pendidikan," kata Heroe Waskito.
Heroe menekankan bahwa nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme tersebut harus terus menjadi poros gerak alumni dan civitas akademika Universitas Janabadra masa kini.
Ketua Panitia Siti Uswatun menegaskan kegiatan JCR bukan sekadar reuni. “Kami berkumpul di kampus merah ini untuk meneguhkan kembali semangat perjuangan dan kebersamaan. Janabadra adalah rumah tempat kita belajar, berjuang, dan kini kembali bersatu,” ujarnya.
Perguruan tinggi yang didirikan pada 7 Oktober 1958, jelasnya, Universitas Janabadra lahir dari gagasan para tokoh bangsa, di antaranya KPH Soedarisman Poerwokoesoemo, yang dikenal sebagai pendiri sekaligus rektor pertama dan Walikota kedua Kota Yogyakarta.
Nama bangsawan sederhana itu kini diabadikan sebagai nama gedung auditorium utama kampus, sebagai bentuk penghormatan atas kontribusinya dalam membangun fondasi pendidikan dan perjuangan intelektual di Yogyakarta. MR Soedarisman Poerwokoesoemo, juga dikenal sebaga salah satu pendiri Balai Pendidikan Tinggi Gadjah Mada yang kemudian berkembang menjadi Universitit (Universitas) Gadjah Mada.
Lebih lanjut Siti Uswatun mengatakan, konteks sejarah perjuangan nasional, Soedarisman Poerwokoesoemo juga tercatat berperan penting dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Saat menjabat sebagai Wali Kota Yogyakarta, ia turut hadir dalam rapat strategi yang dipimpin Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan dipercaya menyiapkan logistik, dapur umum, serta jalur keluar-masuk prajurit di kota. Peran non-militer ini menjadi bagian penting dari dukungan sipil terhadap operasi militer dalam mempertahankan kedaulatan Republik.
Rektor Universitas Janabadra Risdiyanto, pada kesempatan tersebut mengumumkan langkah strategis untuk masa depan kampus. Ia menyebut bahwa universitas akan segera membuka Program Magister Kenotariatan (MKn) sebagai bagian dari penguatan jenjang akademik. Selain itu, kampus tengah merencanakan pembangunan kampus terpadu seluas enam hektar di Yogyakarta, yang akan menjadi pusat kegiatan akademik, penelitian dan inovasi. (E-2)