Liputan6.com, Jakarta - Tidur nyenyak di malam hari adalah kebutuhan penting bagi kesehatan fisik dan mental. Namun, sebagian orang justru terbangun di tengah malam lalu kesulitan untuk kembali tidur. Kondisi ini dikenal sebagai maintenance insomnia, salah satu bentuk gangguan tidur yang bisa berdampak serius jika tidak ditangani.
Psikolog kesehatan sekaligus spesialis insomnia di Chicago, dr. Julia Kogan menjelaskan bahwa masalah ini umum terjadi. "Orang bangun dan tidak bisa mematikan pikirannya, itulah yang mengganggu kemampuan mereka untuk tidur kembali," kata Kogan.
Apa Itu Maintenance Insomnia? Menurut profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Stanford University, Jamie Zeitzer, insomnia tidak hanya sebatas sulit tidur di awal malam.
Ada beberapa bentuk insomnia, yaitu sulit memulai tidur (sleep onset insomnia), terbangun terlalu pagi (early waking insomnia), dan terjaga tengah malam atau maintenance insomnia.
"Meski normal untuk terbangun sebentar di malam hari, misalnya untuk ke kamar mandi, kondisi akan menjadi masalah ketika seseorang tidak bisa tidur kembali," kata Zeitzer seperti dilansir dari The Guardian.
Gangguan tidur ini dapat menyebabkan rasa lelah di siang hari, menurunkan konsentrasi, hingga meningkatkan risiko kesehatan jangka panjang.
Dampak Kesehatan dari Maintenance Insomnia
Dokter spesialis tidur di Maryland, dr. Olabimpe Fashanu, menegaskan bahwa gangguan tidur ini tidak boleh dianggap sepele.
"Maintenance insomnia bisa mengganggu fungsi sehari-hari, memicu kecemasan, sakit kepala, nyeri tubuh, bahkan meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular," kata Fashanu.
Tidur yang tidak berkualitas akan memengaruhi hampir semua aspek kesehatan, mulai dari metabolisme, hormon, hingga sistem kekebalan tubuh.
Penyebab Bangun Tengah Malam dan Sulit Tidur Lagi
Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan ini, tetapi ada beberapa faktor umum yang memicunya. Menurut Kogan, stres dan kecemasan menjadi pemicu paling sering.
"Orang terbangun lalu mulai memikirkan daftar pekerjaan, masalah harian, atau justru stres karena tidak bisa tidur dengan baik," ujarnya.
Selain stres, faktor lain yang bisa memperburuk kondisi ini antara lain:
- Kurangnya sleep drive atau dorongan tubuh untuk tidur
- Kebiasaan tidur siang terlalu lama
- Terlalu lama berada di tempat tidur
- Nyeri punggung, migrain, atau gangguan pernapasan
- Usia lanjut dan perubahan hormonal pada perempuan menjelang menopause
"Respons setiap orang berbeda. Ada yang terbangun hanya karena suara langkah kaki, sementara ada yang tetap tidur meski TV menyala," tambah Fashanu.
Cara Mengatasi Maintenance Insomnia
Penanganan gangguan tidur ini bergantung pada penyebabnya. Jika dipicu rasa sakit atau faktor lingkungan, memperbaiki kondisi tersebut biasanya cukup membantu. Namun, jika disebabkan stres atau kecemasan, terapi bisa lebih efektif.
Zeitzer menyarankan Cognitive Behavioral Therapy for Insomnia (CBT-I) sebagai pengobatan utama. "CBT-I pada dasarnya mengajarkan Anda untuk tidak terlalu peduli pada insomnia, sehingga bisa kembali tidur lebih cepat," katanya. Terapi ini biasanya berlangsung enam hingga delapan sesi.
Obat tidur seperti Ambien atau Lunesta bisa dipakai jangka pendek, tetapi para ahli tidak merekomendasikan penggunaan jangka panjang.
"Obat hanya seperti plester jika faktor kognitif dan perilaku tidak ditangani," ujar Kogan.
Dia juga menekankan bahwa melatonin bukan solusi karena hanya membantu orang memulai tidur, bukan mempertahankannya.
Selain itu, membangun rutinitas malam yang menenangkan juga penting. Mematikan perangkat elektronik, melakukan teknik relaksasi, atau menulis daftar pekerjaan sejak siang hari bisa membantu pikiran lebih tenang.
"Jangan menunda mencari bantuan. Semakin lama insomnia berlangsung, semakin sulit untuk diobati," kata Fashanu.