Liputan6.com, Jakarta Pil KB tidak selalu digunakan untuk wanita yang sudah menikah atau sudah memiliki anak. Pada kondisi tertentu, wanita yang belum menikah bisa mengonsumsi pil KB.
“Pada wanita yang belum menikah pun kita bisa berikan (pil KB). Balik lagi, kondisinya seperti apa, kasusnya seperti apa. Apakah ada permasalahan menstruasi, mensnya nyeri, atau ada permasalahan lain, itu bisa kita berikan (pil KB),” kata dokter spesialis obstetri dan ginekologi RSU Bunda, Olivia Oktaviani, kepada Health Liputan6.com dalam temu media di Jakarta, Sabtu (4/10/2025).
Olivia menggarisbawahi, pemberian pil KB kepada wanita yang belum menikah atau belum punya anak tentu perlu melalui konsultasi dengan dokter. Misalnya, pasien mengeluh sakit ketika menstruasi, maka dokter tak akan serta merta memberikan pil KB.
“Kita coba lakukan dulu perubahan gaya hidup jadi lebih sehat,” katanya.
Olivia tak memungkiri, dalam seminggu ia kerap kedatangan pasien remaja perempuan yang mengeluh sakit ketika datang bulan. Evaluasi pun perlu dilakukan guna mengetahui penyebab timbulnya rasa sakit saat datang bulan.
Mengingat, nyeri haid dapat dipicu beberapa hal seperti terlalu kurus, obesitas, stres berlebih, hingga pola makan yang buruk. Maka, anjuran pertama yang diberikan pada para remaja bukanlah pil KB melainkan diet sehat dan memperbaiki gaya hidup. Jika penyebabnya adalah stres, maka dianjurkan untuk jalan-jalan.
“Evaluasi gaya hidup dulu tiga bulan, kalau pola haidnya membaik, maka cukup dengan mengubah pola hidup (tanpa pil KB),” ujarnya.
Lebih lanjut, Olivia mengatakan bahwa pil KB aman digunakan. Pil ini efektif mencegah kehamilan hingga 93 persen dan tidak menimbulkan masalah ginjal.
Sayangnya, masih ada mitos negatif soal pil KB, salah satunya mitos yang menyebut bahwa pil KB bisa memicu rahim kering.
“Ada mitos, konsumsi pil KB nanti rahimnya kering. Itu mitos yang sampai detik ini masih saya dengar di ruang praktik, sehingga banyak yang enggak mau pakai pil KB karena itu. Sebenarnya enggak ada pil KB bikin rahim kering, itu mitos yang sangat-sangat mitos,” ujar Olivia.
Penggunaan Kontrasepsi di Indonesia Rendah
Berdasarkan data global family planning partnership (FP2030), hanya sekitar 42 persen perempuan usia reproduktif di Indonesia yang menggunakan kontrasepsi modern.
Rendahnya penggunaan kontrasepsi juga menyebabkan 38 persen kehamilan di Indonesia tidak direncanakan dan berisiko meningkatkan angka aborsi tidak aman dan kematian ibu.
Padahal, kini ada kontrasepsi oral kombinasi (KOK). Ini merupakan salah satu metode kontrasepsi modern yang efektif untuk mencegah kehamilan. Selain fungsi utamanya, KOK juga memberikan manfaat kesehatan tambahan bagi perempuan, seperti mengatur siklus menstruasi, mengurangi nyeri haid, memperbaiki jerawat terkait hormon, serta mengurangi gejala PMS atau PMDD (Premenstrual Syndrome atau Premenstrual Dysphoric Disorder).
Kontrasepsi juga tak lepas dari upaya perencanaan keluarga (family planning). Ini adalah upaya yang dilakukan oleh individu, pasangan, atau keluarga untuk mengatur jumlah anak, jarak kelahiran, dan waktu yang tepat memiliki anak, sesuai dengan kondisi kesehatan, kesiapan mental, sosial serta ekonomi. Perencanaan keluarga berfokus untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, yang turut meningkatkan kualitas hidup keluarga.
“Perencanaan kehamilan sangatlah penting bagi pasangan suami istri karena menyangkut kesehatan, kesiapan, dan masa depan keluarga. Tujuannya adalah mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, meningkatkan kesehatan ibu dan bayi, kontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi,” kata Olivia.
“Apabila kehamilan tidak direncanakan dengan baik, ada risiko kesehatan yang mungkin terjadi, yakni memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas kesehatan ibu dan anak,” tambahnya.
Cegah 30 Persen Kematian Ibu
Olivia juga menjelaskan pengaruh kontrasepsi pada kesehatan ibu. Misalnya, akses kontrasepsi dan perencanaan kehamilan dapat mencegah sekitar 30 persen kematian ibu di negara berkembang.
Kemudian, dapat mencegah kehamilan berisiko karena kehamilan yang terlalu muda (<18 tahun), terlalu sering, atau terlalu dekat jaraknya, meningkatkan risiko komplikasi serius. Seperti anemia, perdarahan, preeklampsia, bahkan kematian. Kontrasepsi juga memberikan waktu pemulihan bagi tubuh ibu.
“Dampak kontrasepsi pada kesehatan anak adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita, yakni WHO mencatat jarak kelahiran yang tepat bisa mencegah hingga 10 persen kematian bayi. Kontrasepsi juga bermanfaat dalam meningkatkan status gizi anak dan mengurangi risiko bayi lahir prematur,” jelas Olivia.
Berbicara mengenai KOK, Olivia menambahkan, selain mencegah kehamilan, manfaat pil KB kombinasi atau kontrasepsi hormonal kombinasi yang berisi estrogen dan progesteron adalah menjaga kesehatan reproduksi perempuan. Di antaranya, mengatur siklus menstruasi, mengurangi nyeri haid, mengurangi perdarahan berlebihan.
Kontrasepsi Sesuai Kondisi dan Kebutuhan Perempuan
Kontrasepsi hormonal oral yang tersedia di Indonesia kini bisa disesuaikan dengan kebutuhan setiap perempuan.
“Portofolio kontrasepsi oral kombinasi Hexpharm Jaya dirancang untuk memberikan pilihan yang lebih personal. Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO (2018) bahwa pemilihan kontrasepsi harus individual, mempertimbangkan kondisi medis dan preferensi perempuan,” kata Senior Product Manager PT Hexpharm Jaya Laboratories, apt. Renata Andari, S.Farm dalam kesempatan yang sama.
“Melalui variasi ini, kami menjawab kebutuhan perempuan Indonesia dari berbagai segmen, baik yang mencari efektivitas, kenyamanan, maupun manfaat tambahan,” tambahnya dalam acara yang digelar Kalbe.
Kontrasepsi hormonal oral seperti pil KB kombinasi memiliki manfaat non-kontraseptif. Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologists (2022), manfaat non-kontraseptif sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan Indonesia, karena berhubungan langsung dengan kenyamanan, produktivitas, dan kesehatan jangka panjang perempuan.
Manfaat non-kontraseptif tersebut di antaranya mengatur siklus menstruasi, mengurangi nyeri haid, memperbaiki jerawat terkait hormon, dan melindungi dari risiko kanker ovarium dan endometrium, serta menurunkan risiko anemia akibat perdarahan berlebih.
Anemia akibat perdarahan menstruasi, khususnya, masih menjadi masalah kesehatan. Data Riskesdas 2018 mencatat bahwa prevalensi anemia pada perempuan usia 15–49 tahun mencapai 23,9 persen. Kabar baiknya, pil kombinasi dapat menekan risiko anemia tersebut.