Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut bahwa Republik Indonesia harus mendorong terbentuknya humanitarian diplomacy (diplomasi kemanusiaan) agar masyarakat Gaza dapat mendapatkan akses bantuan kemanusiaan.
“Pasukan kemanusiaan, organisasi kemanusiaan yang ingin mengantarkan makanan misalnya di Gaza atau di Gaza melalui Mesir ataupun melalui Yordania tetap membutuhkan peran negara,” kata Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Nostalgiawan Wahyudi, dalam seminar yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Nostalgiawan menyampaikan bahwa saat ini ribuan bahkan hingga puluhan ribu truk bantuan kemanusiaan Gaza tidak bisa memasuki wilayah kantong itu akibat blokade dari Israel. Truk-truk tersebut berjejer terparkir di pintu perbatasan dengan Palestina, yakni Yordania dan Mesir.
Oleh karena itu, dirinya menilai diplomasi kemanusiaan diperlukan untuk memastikan bahwa bantuan kemanusiaan bisa mendapatkan akses untuk masuk ke wilayah Gaza, mau pun jika nantinya terjadi konflik di wilayah lain.
“Bantuan kemanusiaan selalu berhadapan pertama dengan negara, batas wilayah negara tempat orang lain dan juga batas wilayah konflik yang mungkin disekat. Kalau di sana misalnya Israel ya, otoritas yang menyekat hal-hal yang demikian. Jadi penguatan diplomasi kemanusiaan itu juga perlu dilakukan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Nostalgiawan menekankan bahwa perspektif Indonesia terhadap penyelesaian perang di Gaza harus selalu berada pada pijakan utama Solusi Dua Negera.
Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa permasalahan perbatasan negara antara Palestina dan Israel harus jelas dan berasal dari hasil kesepakatan bersama, sebelum Solusi Dua Negara diimplementasikan.
“Kita juga perlu mendorong, selama pengarusutamaan non-Arab state dalam konflik Palestina, maka kita tidak akan mempunyai ruang. Jadi Indonesia dalam standpoint politik luar negerinya harus encouraging the involvement of non-Arab countries in diplomacy dalam kasus Palestina,” tambahnya.
Peneliti BRIN itu turut mengingatkan bahwa sesuai dengan diplomasi Indonesia yang mengusung politik bebas aktif, maka Indonesia harus memastikan bahwa semua warga Palestina berhak akan kemerdekaan negaranya.
Dirinya merujuk pada rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengecualikan kelompok Hamas terhadap akses politik dan pemerintahan Palestina yang merdeka.
“Mengecualikan Hamas dari segala bentuk akses politik dan juga pemerintahan yang ada di Gaza, itu termasuk mengecualikan, sebagian penduduk Palestina yang mempunyai visi politik yang berbeda dengan Amerika ataupun Palestinian Authority… Kalau kita mau fair, kalau Indonesia ingin merdeka, ya semua diberi ruang untuk berbicara,” ucap Nostalgiawan.
Israel telah memberlakukan blokade atas Gaza, wilayah kantong Palestina berpenduduk hampir 2,4 juta orang, selama hampir 18 tahun.
Sejak Maret, blokade diperketat dengan penutupan perbatasan dan larangan bantuan makanan serta obat, memicu kelaparan.
Sejak Oktober 2023, perang genosida Israel telah menewaskan hampir 66.300 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak.
PBB dan lembaga HAM memperingatkan bahwa Gaza nyaris tak layak huni, dengan kelaparan dan penyakit meluas di tengah pengungsian besar-besaran.
Baca juga: BRIN: Rencana damai Trump di Gaza tak sesuai kehendak Palestina
Baca juga: Warga Gaza menanti hasil perundingan Hamas-Israel di Mesir
Baca juga: PBB sebut serangan udara Israel di Gaza mereda seiring negosiasi damai
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.