
Pemotongan tunjangan kinerja daerah (TKD) dari Pemerintah pusat tidak semestinya dijadikan alasan bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menunda program pembangunan.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjajaran Yogi Sugandi menegaskan, Jakarta memiliki kemampuan fiskal yang kuat sehingga seharusnya tidak bergantung pada dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat.
“Tanpa DAU pun Jakarta bisa hidup karena PAD-nya besar. Yang penting efisiensi pengeluaran, dan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, seperti banjir dan transportasi,” ujar Yogi saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (5/10).
Ia menilai arah kebijakan Gubernur Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno saat ini masih belum menunjukkan fokus yang jelas.
“Saya belum lihat prioritasnya ke mana. Kalau mau spending besar, harus jelas arahnya. Jangan hanya bagi-bagi anggaran seperti sebelumnya,” katanya.
Yogi juga menyoroti besarnya alokasi untuk tunjangan pegawai Pemprov DKI yang dianggap perlu dirasionalisasi agar anggaran daerah lebih efektif.
“Tunjangan pegawai di Jakarta besar sekali. Itu harus dirasionalisasi supaya ruang fiskal bisa diarahkan ke program prioritas seperti rusun dan layanan publik,” ujarnya.
Menurut Yogi, efisiensi harus dilakukan secara tepat dan tidak boleh menghambat proyek pembangunan.
"Jakarta nggak bisa lagi beralasan pembangunan mandek karena tunjangan dipotong. Justru pejabat harus menunjukkan empati dengan mengurangi tunjangan perumahan atau fasilitasnya,” tegasnya.
Ia menambahkan, langkah penghematan di kalangan pejabat akan memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
“Masyarakat akan percaya kalau pejabat juga mau berkorban. Itu bentuk empati yang nyata dan bisa mengembalikan kepercayaan warga,” pungkas Yogi. (Far/P-1)