Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa pemanfaatan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp200 triliun yang ditempatkan pada Himbara dan BSI telah direalisasikan sebagai kredit secara bertahap.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae tak menjelaskan secara rinci sektor-sektor penerima kredit dengan dana yang berasal dari pemerintah, namun menyebutkan bahwa penyalurannya sudah cukup signifikan.
“Penyaluran atas dana SAL tersebut sampai dengan September 2025 secara umum telah direalisasikan secara bertahap dan porsi yang sudah disalurkan sudah cukup signifikan,” kata Dian menjawab pertanyaan media dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) September 2025 secara daring di Jakarta, Kamis.
Terkait dengan strategi dan proyeksi bisnis Himbara plus BSI, Dian menilai bahwa lima bank mitra pemerintah ini dapat mengelola penempatan dana Rp200 triliun secara optimal. Dana ini disalurkan pada sektor-sektor yang saat ini memiliki potensi pertumbuhan, dengan penyaluran kredit sesuai dengan risk appetite dan expertise masing-masing bank.
Dian menambahkan bahwa OJK mengapresiasi berbagai stimulus pemerintah, baik dari sisi demand maupun supply, guna mendorong program perekonomian nasional untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.
“Selanjutnya OJK bersama pemerintah akan terus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemerintah oleh perbankan agar senantiasa tetap memperhatikan tata kelola dan manajemen risiko yang baik,” kata dia.
Secara umum, Dian mengatakan bahwa strategi pemerintah melalui penempatan dana kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) plus Bank Syariah Indonesia (BSI) akan meningkatkan likuiditas sehingga dapat memberikan ruang yang cukup untuk menurunkan biaya dana (cost of fund).
“Hal tersebut selanjutnya juga dapat mendorong suku bunga pinjaman yang menjadi lebih menarik bagi pelaku usaha,” imbuh Dian.
Adapun penurunan suku bunga kredit memang membutuhkan jeda waktu hingga beberapa periode. OJK pun melihat bahwa masih terdapat ruang untuk penurunan suku bunga kredit perbankan ke depan.
“Namun penurunannya (bunga kredit), akan sangat tergantung pada struktur biaya masing-masing bank, terutama terkait dengan biaya dana, dengan beberapa bank masih mengandalkan dana mahalnya. Jadi yang terkait dengan time deposit-nya, karena pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) melambat,” jelas dia.
Dian pun mengingatkan agar perbankan mengelola strategi pendanaannya, khususnya dengan meningkatkan porsi dana murah (current account saving account/CASA) untuk menciptakan ruang penurunan bunga kredit yang lebih signifikan.
Per Agustus 2025, kredit perbankan tumbuh 7,56 persen year on year (yoy) menjadi Rp8.075,0 triliun. Pertumbuhan kredit ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 7,03 persen yoy.
Likuiditas perbankan secara umum juga cukup ample, dengan liquidity coverage ratio (LCR) berada di level 202,62 persen dan loan to deposit ratio (LDR) sebesar 86,05 persen per Agustus 2025.
Pada periode yang sama, rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 120,25 persen dan 27,25 persen, masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,28 persen dan NPL net 0,87 persen. Loan at Risk (LaR) tercatat sebesar 9,73 persen, relatif stabil seperti di level sebelum pandemi.
Baca juga: OJK nilai wacana injeksi dana pemerintah ke BPD positif bagi daerah
Baca juga: OJK optimistis IHSG terus menguat hingga akhir tahun usai tembus 8.200
Baca juga: OJK optimalkan dukungan bagi sektor prioritas, dorong ekonomi tumbuh
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.