
DOKTER Indonesia Bersatu (DIB) Dr. dr. Danny Irawan mengatakan terdapat beberapa kelompok usia yang memiliki risiko tinggi bila terjadi keracunan makanan. Kelompok tersebut antara lain orang lanjut usia (lansia), bayi, atau siapapun yang sedang sakit, dan perempuan hamil.
"Misalnya pada wanita sedang hamil, atau mungkin yang daya tahan tubuhnya rendah terhadap infeksi, maka harus menghindari makanan yang berisiko tinggi seperti keju lunak yang tidak dipasteurisasi, kata dr Danny dalam webinar Dokter Indonesia Bersatu, Minggu (5/10).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa makanan menjadi berisiko menyebabkan keracunan akibat beberapa hal. Dua di antaranya adalah akibat kerusakan enzim makanan atau pertumbuhan mikroorganisme.
Sebetulnya, jelasnya, mikroorganisme ada di mana-mana secara alami pada sari sayuran, buah-buahan, hewan, kulit manusia, air, tanah, hingga udara. Namun, mayoritas mikroorganisme itu tidak berbahaya.
"Hanya sejumlah kecil saja yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Untuk makanan yang sudah tersemar oleh mikroorganisme, biasanya dapat terlihat ada perbedaan dari biasanya, dirasakan juga beda rasanya dan juga berbau," ujar Danny.
Mengenai kontaminan, ia menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan kontaminan mungkin sudah ada dalam makanan, misalnya salmonella pada ayam atau berpindah ke makanan oleh manusia, lalat, tikus, dan hama lainnya.
"Kemudian ada juga kontaminan yang memang sebelumnya sudah ada dalam makanan. Misalnya kuman salmonella kepada ayam, yang mungkin berbeda dengan makanan oleh manusia, lalat dan lain sebagainya," ungkapnya.
Selanjutnya, kondisi yang tidak termasuk dalam keracunan makanan adalah karena infeksi tertentu seperti tifoid, kolera, disentri. Dapat pula gangguan pencernaan dapat timbul karena kondisi tubuh yang tidak tahan pedas atau makanan asam.
Saat ini kasus keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) terus terjadi di sejumlah daerah. Proses pengolahan makanan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pun tengah dalam pengawasan ketat dan peningkatan mutu. (M-1)