
DUA tahun setelah Israel melancarkan operasi militer besar-besaran terhadap Hamas di Jalur Gaza, para pengamat menilai kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina tersebut melemah secara signifikan tetapi belum sepenuhnya dikalahkan.
"Hamas mengalami banyak kemunduran militer, tetapi mereka masih bisa mengatur diri dan mempertahankan komando," kata Marina Miron, peneliti dari King’s College London, seperti dikutip DW, Senin (6/10).
Sebelum perang yang dipicu serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, kelompok tersebut diperkirakan memiliki 25.000 hingga 30.000 pejuang. Israel mengeklaim telah menewaskan 17.000 hingga 23.000 di antara mereka.
Namun, data Armed Conflict Location & Event Data (ACLED) menunjukkan angka yang jauh lebih rendah, yakni sekitar 8.900 jiwa.
Dengan total korban jiwa di Gaza yang mencapai sekitar 66.000 orang, lebih dari 80 persennya diperkirakan merupakan warga sipil. Di sisi lain, laporan intelijen Amerika Serikat menyebut Hamas justru berhasil merekrut 10.000 hingga 15.000 anggota baru selama dua tahun terakhir.
Taktik Gerilya dan Struktur yang Terdesentralisasi
Selama konflik berlangsung, Hamas mengubah strategi militernya menjadi lebih terdesentralisasi. Mereka kini mengandalkan perang gerilya, termasuk penyergapan dan serangan mendadak, alih-alih pertempuran terbuka.
Jumlah serangan roket ke wilayah Israel menurun drastis karena sebagian besar gudang senjata mereka telah dihancurkan.
Meski demikian, Hamas masih mampu meluncurkan dua serangan roket pada September 2025 dan melakukan sejumlah operasi terhadap pasukan Israel di Khan Younis.
Di beberapa wilayah yang sebelumnya diklaim telah dibersihkan, kelompok kecil Hamas dilaporkan kembali muncul.
Pengaruh Sipil Melemah
Kendali Hamas atas urusan pemerintahan sipil di Gaza ikut dipertanyakan. Sebelum perang, Hamas berperan sebagai otoritas sipil yang mengelola layanan publik seperti keamanan dan kesehatan.
Namun, sejak eskalasi serangan Israel, para pejabat Hamas jarang muncul ke publik.
"Pejabat Hamas makin jarang terlihat karena kekacauan akibat perang dan takut menjadi target serangan Israel," tulis laporan International Crisis Group dikutip DW.
Ideologi yang tidak Bisa Dimusnahkan
Meski basis militer dan pengaruh sipilnya menurun, para analis menilai Hamas belum bisa dihapuskan sepenuhnya. Fokus kelompok itu kini bergeser dari konfrontasi terbuka menjadi upaya mempertahankan eksistensi.
"Bagi Hamas, bertahan hidup saja sudah merupakan bentuk kemenangan," tambah ACLED.
Para pengamat berkesimpulan bahwa Israel mungkin mampu memperlemah Hamas dari sisi militer, tetapi tidak akan mampu meniadakan kelompok itu sepenuhnya.
"Hamas adalah ideologi dan ideologi tidak bisa dimusnahkan," pungkas Hans-Jakob Schindler dari International Centre for Counter-Terrorism. (I-2)