BADAN Gizi Nasional (BGN) diminta melakukan evaluasi menyeluruh terkait pelaksaanaan program unggulan pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal itu menyusul terjadinya keracunan massal siswa di beberapa wilayah.
Praktisi Hukum Krisna Murti mengatakan, evaluasi harus dilakukan BGN terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur yang memproduksi MBG. Pemerintah harus memastikan bahwa makanan yang didistribusikan layak dan memenuhi gizi pelajar.
"MBG ini program besar. Pemerintah harus memastikan dapur-dapurnya ini bekerja dengan benar. Dapur harus mampu menjaga kualitas produksinya," kata Krisna melalui keterangannya, Minggu (5/10).
Krisna mengingatkan agar evaluasi tidak hanya berfokus pada bahan baku pembuatan menu MBG. Melainkan harus menyasar juga kepada peralatan yang digunakan oleh dapur.
"Kalau kualitas peralatannya tidak sesuai standar, makanan yang semula kualitasnya bagus juga bisa rusak, bikin siswa keracunan," imbuhnya.
Salah satu peralatan yang disorot oleh Krisna yakni ompreng atau food tray. Dia menemukan di lapangan bahwa ompreng yang disediakan oleh dapur MBG tidak berkualitas sehingga berisiko tinggi mencemari makanan.
Ia mengungkapkan bahwa ompreng yang ditetapkan oleh pemerintah adalah yang berbahan stainless jenis 304. Ketentuan tersebut pun sudah termuat dalam perjanjian kerja sama antara BGN dan mitra dapurnya.
Stainless 304 dipilih karena memiliki kualitas tinggi, anti-karat, dan aman bila bersentuhan dengan makanan. Sayangnya, kata Krisna, di lapangan ia menemukan ada dapur yang menyediakan ompreng dengan kualitas kurang bagus. Stainless yang digunakan jenis 204, namun dibuat sedemikian rupa agar menyerupai jenis 304.
"Di lapangan ditemukan pakai stainless jenis 204, tapi disemprot ulang supaya mirip 304. Jelas ini kan berbahaya kalau kualitas omprengnya begitu. Makanannya bisa bikin keracunan. Jelas pidana ini. Dapur tidak boleh berpikir asal ngebul, tapi mengesampingkan kualitas," kata Krisna.
Meski begitu, Krisna menegaskan dukungannya terhadap program MBG tetap berjalan. Sebab, program ini bisa memberikan manfaat besar kepada masyarakat dalam hal pemenuhan gizi maupun lapangan kerja.
"Kita dukung MBG tetap berjalan. Tapi harus diperbaiki tata kelolanya, terutama di area dapur-dapurnya yang memproduksi makanan," pungkasnya.
Sementara, Badan Standardisasi Nasional (BSN) menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 9369:2025 tentang Wadah Bersekat (Food Tray) dari baja tahan karat untuk makanan. Penetapan ini guna mendukung program MBG.
Penetapan itu menjadi langkah strategis untuk memastikan peralatan makan yang digunakan dalam program MBG memenuhi aspek mutu, keamanan, dan kesehatan.
SNI 9369:2025 ini disusun oleh Komite Teknis 77-02, Produk Logam Hilir, yang sekretariatnya ada di Pusat Perumusan, Penerapan dan Pemberlakuan Standardisasi Industri - Kementerian Perindustrian dengan tim konseptor dari Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Logam dan Mesin - Kementerian Perindustrian.
Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Hendro Kusumo mengatakan, program MBG bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemenuhan gizi yang baik. Oleh karena itu, wadah makannya pun harus layak dan terjamin mutunya.
“Standar ini kami tetapkan pada 18 Juni 2025 melalui Keputusan Kepala BSN Nomor 182/KEP/BSN/6/2025. Ini merupakan standar baru hasil pengembangan sendiri yang disusun oleh Komite Teknis 77-02, Produk Logam Hilir” ungkap Hendro.
Ia menjelaskan, ruang lingkup SNI 9369:2025 mencakup klasifikasi, persyaratan mutu, dan cara uji untuk wadah makanan bersekat yang terbuat dari baja tahan karat hasil canai dingin, dengan dua lekukan atau lebih, dan dapat dilengkapi tutup. Standar tersebut berbeda dari SNI 8752:2020 yang mengatur peralatan masak logam tanpa sekat.
“Dengan standar ini, kami ingin memastikan bahwa food tray yang digunakan dalam program MBG aman digunakan, tidak mudah rusak, dan tidak mengandung zat berbahaya. Ini juga mendorong industri dalam negeri untuk memproduksi peralatan makan yang berkualitas,” tandas Hendro. (E-4)