
GUBERNUR Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) guna memastikan keamanan pangan di seluruh wilayah.
Menurutnya, keamanan pangan merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Karena itu, seluruh dapur penyedia MBG diminta memperketat proses pengolahan, kebersihan, dan pengawasan makanan agar kasus keracunan tidak terulang.
“Harapannya, kejadian-kejadian (keracunan) kemarin tidak terulang kembali. Karena ini program struktural, maka harus kita laksanakan dengan sungguh-sungguh,” tegas Luthfi saat rapat koordinasi bersama Badan Gizi Nasional (BGN) dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di GOR Jatidiri, Kota Semarang, Senin (6/20).
Rapat tersebut dihadiri sekitar 4.000 peserta yang terdiri atas mitra SPPG, ahli gizi, bupati/wali kota, serta instansi terkait di lingkungan Pemprov Jateng.
Luthfi menekankan, seluruh kepala daerah memiliki tanggung jawab moral memastikan program MBG berjalan aman, higienis, dan berkelanjutan.
"Jangan ada kepala daerah yang apatis. SPPG harus terbuka untuk dicek, minimal bupatinya atau ibu-ibu PKK meninjau langsung. Harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG,” ujarnya.
Saat ini di Jawa Tengah telah beroperasi 1.596 SPPG, dan jumlahnya ditargetkan terus bertambah hingga akhir tahun. Luthfi meminta pengawasan dilakukan menyeluruh, mulai dari dapur, distribusi makanan, hingga pengelolaan limbah.
“SPPG tidak boleh eksklusif. Harus siap diperiksa kapan pun. Kalau ada kasus, harus ada quick response agar tidak menimbulkan kepanikan,” katanya.
Ia juga menginstruksikan Dinas Kesehatan memperketat verifikasi lapangan serta memastikan setiap dapur memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
“Ini bukan sekadar formalitas. Harus diiringi dengan inspeksi nyata di lapangan. Kalau perlu, buat posko 24 jam untuk pengawasan distribusi MBG,” ujarnya.
Menurut Luthfi, MBG memiliki efek berganda yang besar — tidak hanya meningkatkan kesehatan anak, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal.
"Program ini bisa menumbuhkan ekonomi daerah karena bahan bakunya berasal dari kelompok tani, BUMDes, dan UMKM setempat,” katanya.
Sementara itu, Kepala BGN RI Dadan Hindayana mengungkapkan, secara nasional terdapat lebih dari 10.000 SPPG di 38 provinsi, dan Jawa Tengah termasuk yang tertinggi dengan 1.596 unit atau sekitar 50 persen dari standar nasional.
“Ini menunjukkan Jawa Tengah sudah jauh di depan,” ujar Dadan.
Ia juga menyebut, nilai investasi BGN ke Jawa Tengah mencapai sekitar Rp32 triliun per tahun, yang berdampak besar pada pertumbuhan industri pangan lokal.
"Ini menjadi dorongan luar biasa bagi industri pangan daerah, mulai dari pemasok bahan, produsen food tray, hingga penghasil susu,” jelasnya.
Dadan menegaskan, BGN akan memperketat standar operasional melalui inspeksi rutin, verifikasi dapur, dan penggunaan alat rapid test pangan. Setiap SPPG juga diwajibkan menggunakan air bersertifikat dan menyediakan rekaman CCTV dapur untuk pengawasan pusat.
> “Setiap SPPG harus menjamin makanan yang sehat, bergizi, seimbang, dan aman dikonsumsi. Itu inti dari program ini,” tegasnya.
Ke depan, BGN bersama lintas kementerian seperti Kemenkes, BPOM, KLHK, dan Kemendagri akan terus memperkuat pengawasan terpadu terhadap pelaksanaan MBG. (H-1)