GUBERNUR Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan tidak ada unsur pemaksaan dalam Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) atau gerakan berdonasi sebanyak Rp 1.000 per hari. Ia mengatakan gerakan itu merupakan inisiatif pemerintah daerah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat berbasis gotong royong yang dilandaskan pada nilai kearifan lokal "silih asah, silih asih, dan silih asuh", artinya saling mendidik, saling peduli, dan saling menjaga.
Dedi Mulyadi mulai menggagas gerakan berdonasi tersebut, pada 1 Oktober 2025. Politikus Partai Gerindra ini memulainya dengan jalan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan Surat Edaran Nomor 147/PMD.03.04/KESRA. Isinya meminta warga berdonasi sebesar Rp 1.000 per hari.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Dedi Mulyadi menegaskan gerakan berdonasi tersebut hanya bersifat ajakan kepada warga Jawa Barat untuk saling membantu sesama warga. Uang yang terkumpul dari gerakan berdonasi itu akan digunakan untuk kepentingan biaya pendidikan atau kesehatan warga Jawa Barat.
"Tidak ada kebijakan (pemaksaan) seperti itu. Yang ada hanyalah ajakan dari Gubernur kepada seluruh jajaran pemerintah, mulai dari rukun tetangga, rukun warga, kepala desa, lurah, camat, bupati, hingga wali kota untuk bersama-sama membangun solidaritas sosial," kata Dedi Mulyadi melalui akun Instagram pribadinya @dedimulyadi71 yang dilansir Tempo dari laman resmi Pemprov Jawa Barat, pada Senin, 6 Oktober 2025.
Ia mengatakan, meski layanan kesehatan sudah gratis, masih banyak warga Jawa Barat yang kesulitan biaya transportasi dan akomodasi saat hendak berobat ke rumah sakit. "Ada yang tidak punya ongkos ke rumah sakit, tidak punya biaya untuk menunggu keluarga yang dirawat, bahkan kesulitan bolak-balik kemoterapi dari Cirebon ke Jakarta," ujar mantan Bupati Purwakarta ini.
Menurut Dedi, masalah tersebut seharusnya bisa diselesaikan di tingkat lingkungan. Sehingga ia mengusulkan setiap rukun tetangga membentuk bendahara atau pengelola dana yang dipercaya warga untuk menampung sumbangan sukarela Rp1.000 per hari tersebut. Teknisnya, lanjut Dedi, warga dapat membuat kencleng atau kotak penyimpanan uang yang disediakan di depan rumah masing-masing, yang mirip dengan tradisi beras jimpitan --kearifan lokal dalam bentuk gotong royong masyarakat mengumpulkan beras dengan jumlah sedikit dari rumah ke rumah secara sukarela.
Ia menegaskan pemerintah daerah tidak akan mengambil dana dari gerakan berdonasi tersebut. Bahkan Dedi Mulyadi berjanji akan memakai dana operasional gubernur untuk melayani masyarakat.
"Tidak ada uang rakyat yang dikolektifkan. Dana operasional gubernur digunakan untuk layanan rakyat. Dan untuk layanan masyarakat di wilayah Provinsi Jawa Barat juga akan dikelola oleh bendahara yang ditunjuk oleh sekretaris daerah," ujar Dedi Mulyadi.