Jakarta (ANTARA) - Setiap negara memiliki pasukan yang bertugas menjaga kedaulatan dari berbagai ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar. Indonesia pun memiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI), institusi yang perannya menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan dan keutuhan negara.
Sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengabdian TNI, setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) TNI. Tanggal ini menjadi penanda lahirnya institusi militer Indonesia yang bermula dari masa awal kemerdekaan.
Baca juga: Menhan, Panglima TNI, dan Kapolri lepas kontingen untuk Hari Bastille
Bermula sebagai Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya lepas dari ancaman kolonial.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk sejumlah badan pada 22 Agustus 1945, salah satunya Badan Keamanan Rakyat (BKR). Badan ini dibentuk sebagai wadah bagi para pejuang untuk menjaga keamanan rakyat di tengah situasi genting pasca-proklamasi.
Awalnya pada 19 Agustus 1945, PPKI berencana untuk membentuk Tentara Kebangsaan. Namun, keputusan tersebut berubah dan dibentuk BKR yang dipimpin Dr. Sutomo Sjahrir.
Baca juga: Presiden cek kesiapan kontingen TNI ikut defile Bastille Day Prancis
Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Ancaman kembalinya Belanda membuat pemerintah Indonesia perlu membentuk tentara nasional secara resmi. Keputusan tersebut juga didukung dengan keinginan para anggota BKR.
Hingga pada 5 Oktober 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) resmi dibentuk dan menjadi momen asal usul peringatan HUT TNI.
Sehari setelah pembentukan TKR, Presiden Soekarno mengangkat Suprijadi, tokoh pemberontakan PETA di Blitar, sebagai Menteri Keamanan Rakyat sekaligus pemimpin tertinggi TKR. Namun, karena Suprijadi tidak pernah muncul, posisi tersebut akhirnya digantikan.
Dalam konferensi TKR di Yogyakarta pada 12 November 1945, Kolonel Soedirman terpilih sebagai pemimpin tertinggi dan kemudian diangkat menjadi Panglima Besar TKR pada 18 Desember 1945.
Baca juga: Prabowo bangga kontingen TNI ikut parade Hari Bastille di Paris
Perubahan TKR menjadi TRI
Perjalanan organisasi militer Indonesia terus mengalami penataan. Pada 8 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat sempat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat atas Penetapan Pemerintah No. 2 tanggal 7 Januari 1946.
Beberapa minggu kemudian, tepatnya 26 Januari 1946, pemerintah kembali menetapkan perubahan nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Keputusan tersebut berlandaskan dari sebuah maklumat dalam Penetapan Pemerintah No. 4/SD Tahun 1946.
Langkah ini dilakukan agar struktur militer Indonesia sesuai dengan standar internasional. Pemerintah juga membentuk Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara untuk menyempurnakan organisasi militer.
Panitia tersebut melaporkan hasil kerjanya pada 17 Mei 1946, meliputi rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, peralihan dari TKR menjadi TRI, kekuatan dan organisasi, serta kedudukan laskar-laskar, barisan-barisan, dan badan perjuangan rakyat.
Hasilnya, pada 25 Mei 1946, Presiden Soekarno melantik pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Jenderal Soedirman menjadi wakil dari semua yang dilantik dengan mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara.
Baca juga: Kasau: TNI AU tetapkan lima prioritas dalam pengabdian kepada bangsa
Lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Meskipun TRI telah berdiri, masih kerap terjadi kesalahpahaman dengan badan perjuangan rakyat lainnya. Untuk mengatasi masalah ini, pada 3 Juni 1947 Presiden Soekarno meresmikan penyatuan TRI dengan badan-badan perjuangan rakyat menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Jenderal Soedirman pun diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI bersama sejumlah tokoh militer lainnya, termasuk Letjen Oerip Sumohardjo, Komodor Suryadarma, dan Laksamana Muda Nazir. Sejak saat itu, TNI mulai terorganisasi dalam tiga matra: angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara.
Baca juga: TNI sebut gladi bersih acara HUT hari ini berjalan lancar
Perjalanan APRI menjadi ABRI
Setelah Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) pada Desember 1949, TNI digabung dengan KNIL dan menjadi Angkatan Perang RIS (APRIS). Namun, setelah RIS dibubarkan pada 1950, organisasi ini berubah menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Untuk meningkatkan efektivitas, pada tahun 1962 APRI disatukan dengan Kepolisian Negara dan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Namun, pada akhirnya penyatuan ini menimbulkan dinamika, terutama ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September/PKI. Kendati demikian, ABRI tetap mampu menjalankan perannya menjaga pertahanan dan keamanan negara.
Baca juga: MK putus uji formil UU TNI dan UU BUMN hari ini
Kembali menjadi TNI
Peristiwa reformasi 1998 telah membawa perubahan besar, termasuk pemisahan ABRI menjadi dua institusi yakni TNI dan Polri. Pada 1 April 1999, TNI resmi kembali berdiri sendiri sebagai kekuatan pertahanan negara.
Sejak kelahirannya, TNI telah berperan sebagai tentara rakyat, tentara revolusi, hingga tentara nasional. Dalam periode 1945-1949, TNI pun menghadapi berbagai ancaman, mulai dari pemberontakan dalam negeri, seperti PKI Madiun dan Darul Islam, hingga agresi militer Belanda dengan persenjataan yang jauh lebih modern.
Dengan perjalanan panjang tersebut, tanggal 5 Oktober bukan hanya sebagai perayaan HUT TNI, tetapi juga sebagai pengingat sejarah perjuangan dan penguatan komitmen TNI dalam menjaga kedaulatan bangsa.
Baca juga: Dapur SPPG TNI AU setiap hari layani 32 ribu penerima manfaat MBG
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.