Liputan6.com, Jakarta - Kanker payudara menjadi penyakit yang paling banyak diderita oleh perempuan Indonesia. Angkanya mencapai 66 ribu kasus baru pada 2022, menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).
Ketua Kerja Kanker Kemenkes RI, Endang Lukitosari mengatakan, permasalah ini datang dari beberapa sisi. Hal pertama, karena penyakit ini kerap terdeteksi setelah stadium lanjut yang disebabkan oleh fakta cakupan skrining kanker payudara yang masih rendah.
Selain itu, masih banyak puskesmas yang belum menetapkan prosedur deteksi dini kanker payudara, yang membuat kondisi ini semakin serius.
"Artinya, kalau semua puskesmas, semua layanan tingkat pertama melakukan deteksi dini, barangkali menemukan stage awal lebih cepat sehingga tata laksananya bisa lebih cepat, sehingga kematian bisa ditekan," ujar Endang.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi menambahkan bahwa tingkat kematian akibat kanker payudara bisa ditekan dengan melakukan deteksi dini.
"Angka payudara sebenarnya kalau ditemukan dari stadium dini itu bisa angka survival-nya itu mencapai lebih dari 90 persen," katanya.
Upaya Pembenahan Fasilitas Kesehatan
Lebih lanjut, Endang mengatakan, tingginya angka kanker payudara di Indonesia disebabkan oleh faktor lainnya, meliputi penanganan yang terlambat, cakupan skrining yang masih rendah, tidak semua puskesmas menerapkan program deteksi dini, hingga layanan paliatif yang masih rendah.
Layanan paliatif merupakan perawatan medis khusus untuk meningkatkan kualitas hidup pasien atau keluarga pasien untuk mengurangi gejala fisik maupun psikologis.
“70 persen kasus kanker datangnya sudah stadium lanjut dan juga waktu tunggu yang panjang sejak didiagnosis sampai mendapatkan terapi definitif ini perlu waktu yang lama yang kemudian menyebabkan tata laksana tertunda,” jelasnya.
Selain itu, Endang mengungkapkan bahwa akses layanan kesehatan di Indonesia belum merata belum merata. Menurutnya, upaya telah dilakukan untuk mendorong pembenahan di tingkat puskesmas, agar setiap puskesmas memiliki bisa melakukan skrining untuk kanker payudara.
“Kita melihat kebutuhan bahwa setiap provinsi itu harus minimal memiliki satu rumah sakit tingkat paripurna, kemudian setiap kabupaten/kota minimal harus ada satu rumah sakit tingkat Madya,” ujarnya.
Fakta: Tingkat Keselamatan Pasien Kanker Payudara Masih Tertinggal dari Negara Lain
Kemenkes RI juga mencatat, angka bertahan hidup pasien kanker payudara di Indonesia (kesintasan) dalam lima tahun terakhir masih rendah dan tertinggal dari negara Asia lainnya.
“Di Indonesia angka kesintasan 5 tahun ini masih berkisar pada 56 persenan dibandingkan dengan negara maju yang sudah 90 persen. Bahkan India sudah 66 persen tapi kita masih menang karena Afrika Selatan baru 40 persen,” ungkap Endang.
Selain itu, Endang juga mengatakan, kurangnya kesadaran masyarakat akan skrining dini kanker payudaran sebagai salah satu penyebabnya.
Meskipun tren skrining disebut telah menunjukkan peningkatan, tetap hanya sebagian kecil perempuan di Indonesia yang melakukan skrining kanker payudara.
“Angkanya masih kurang dari 30 persen wanita melakukan skrining. Artinya sebenarnya backlog kita 70 persen paling tidak semua wanita di Indonesia pernah melakukan skrining terhadap kanker payudara ini,” ujarnya.
Tantangan Penanganan Kanker
Risiko kematian akibat kanker bisa ditekan semaksimal mungkin bila penyakit ini diketahui lebih awal. Sayangnya, banyak masyarakat yang masih menunda untuk mendapatkan penanganan yang tepat setelah terdiagnosis. Menurut Nadia, masyarakat cenderung mendahulukan pengobatan alternatif.
“Tantangan daripada masyarakat Indonesia adalah biasanya kalau sudah mendengar bahwa dia divonis kanker itu cenderung mencari-cari dulu alternatif-alternatif atau pendapat-pendapat. Sementara penyakitnya berprogres ters dan akhirnya dia dari yang awalnya stadium 1 mungkin bisa nanti di ujung-ujungan stadium 3,” ujarnya.
Selain itu, Nadia juga turut menyoroti adanya perubahan tren kanker payudara, yang mana sebelumnya usia penderita payudara berada pada kisaran 40-an kini tren usia semakin muda.
“CISC (Cancer Information and Support Center) itu menemukan sekarang sudah banyak pasien kanker payudara usia 18 tahun. Jadi bergeser ke usia muda ya kan,” ujarnya,
Lebih lanjut, Nadia menjelaskan bahwa pergeseran tren tersebut bisa disebabkan karena perubahan perilaku maupun faktor lingkungan.
“Kenyataannya kanker payudara itu bukan hanya di usia 40 tahun ke atas, tapi juga bergerak ke usia 18, 25, 23,” ungkap Nadia.