Liputan6.com, Jakarta Psikolog klinis, Analisa Widyaningrum, mengatakan bahwa lagu atau musik untuk anak tak harus selalu bernada ceria.
“Musik itu apakah harus ceria terus? Musik ini tidak harus ceria,” kata perempuan yang akrab disapa Ana kepada Health Liputan6.com dalam temu media Parentalk Festival 2025 di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Ana menjelaskan, musik untuk anak sangat tergantung dengan usianya. Musik adalah jendela untuk anak belajar banyak hal tentang dunia, salah satunya emosi.
“Jadi, melalui musik anak akan belajar berbagai ekspresi, emosi, yang mungkin bagian dari cara dia berkomunikasi. Emosi sedih misalnya melalui musik, tapi peran orangtua menjadi sangat penting, bagaimana anak menginterpretasi musik itu dan komunikasinya seperti apa,” ujar Ana.
“Misalnya anak di bawah enam tahun, dia dapat stimulus ekspresi musik yang sedih tapi orangtuanya kemudian hadir dengan memberikan nuansa edukasi tersendiri.”
Komunikasi soal lagu sedih pada anak di bawah enam tahun akan berbeda dengan anak usia 13 tahun. Intinya, orangtua perlu selalu hadir ketika anak mengungkapkan ekspresi sedih termasuk lewat lagu atau musik yang didengarkan.
“Jadi, musik ini tidak harus ceria, justru itu adalah bagian dari komunikasi atau cara mengekspresikan dan kuncinya adalah peran orangtua hadir dalam setiap interaksi itu,” ucap Ana.
Peran Video Klip Musik untuk Anak
Sebagian lagu hadir dengan video musik atau video klip yang dapat disaksikan.
Menurut Ana, video musik yang dikemas ramah anak juga baik untuk mendukung ekspresi anak.
“Melalui video musik itu, apalagi untuk anak di bawah 12 tahun, dia akan sangat belajar soal operasional konkret. Apa yang dia lihat, di situlah sebetulnya otaknya sedang bekerja.”
“Jadi melalui integrasi apa yang dia lihat, dia dengar, apalagi dia bergerak itu bagus sekali untuk membuat jembatan otak kanan dan otak kiri lebih terkoneksi dengan baik,” ucapnya.
Di atas usia 12 tahun, sambung Ana, akan terlihat bahwa anak yang terstimulasi dengan baik apalagi menggunakan media video itu akan lebih cerdas ketimbang anak yang tidak terpapar musik di bawah usia 12 tahun. Pasalnya, musik dan video yang baik dapat membantu perkembangan kognitif, motorik, dan visual anak.
Musik dan Speech Delay
Lebih lanjut, Ana berkisah, selama menjalankan tugas sebagai psikolog ia sempat menemui anak dengan gangguan perkembangan seperti speech delay alias keterlambatan bicara.
“Speech delay itu (salah satunya) karena kurangnya interaksi. Anak itu sebenarnya belajar dari ekspresi wajah orangtuanya, dan ketika musik memberikan ekspresi itu, di sanalah ada keterikatan emosional atau bonding yang sebenarnya itu menjadi sebuah fase yang harus dilewati oleh anak ketika dia di usia tertentu.”
Musik dapat memberikan suatu ekspresi yang berbeda dan mendengarkan musik memicu munculnya hormon dopamin. Ketika anak bernyanyi kemudian melihat ekspresi orangtuanya di sanalah terjadi bonding antara orangtua dengan anak.