PRESIDEN Prabowo Subianto menyaksikan penyerahan barang rampasan negara di kawasan PT Tinindo Internusa, Kecamatan Bukitintan, Kota Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, Senin, 6 Oktober 2025. Barang rampasan itu berupa enam smelter dan sejumlah aset dari 6 perusahaan tambang timah yang melakukan kegiatan ilegal di wilayah PT Timah.
Kepala negara mengatakan aparat sudah menghukum sejumlah perusahaan swasta itu. Kejaksaan Agung juga sudah menyita enam smelter serta sejumlah potensi sumber daya alamnya. Aset yang disita memiliki nilai Rp 6 sampai Rp 7 triliun.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
"Nilainya dari enam smelter dan barang-barang yang disita mendekati enam-tujuh triliun," kata Prabowo dalam keterangan pers di Kepulauan Bangka Belitung dipantau Youtube Sekretariat Presiden, Senin, 8 Oktober 2025.
Mantan menteri pertahanan ini mengatakan kawasan smelter ini juga memiliki potensi tumpukan tanah jarang yang mengandung monasit atau mineral yang digunakan dalam industri teknologi tinggi dan energi. Prabowo mengatakan tanah jarang itu belum diurai.
Dia memperkirakan nilai sejumlah material itu bisa lebih besar dari nilai aset yang disita. Satu ton monasit bisa sampai US$ 200 ribu.
"Monasit itu 1 ton nilainya bisa ratusan ribu dolar bisa sampai US$ 200.000 dari monasit. Padahal total ditemukan puluhan ribu ton mendekati 4.000 ton," kata Prabowo.
Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan potensi kerugian negara dari tindakan melanggar hukum enam perusahaan swasta ini mencapai Rp 300 triliun. Prabowo mengatakan kerugian ini sudah dihentikan.
Prabowo meyakini ke depan pemerintah bisa menyelamatkan ratusan triliun. Tindakan ini, kata Prabowo, juga bukti pemerintah serius memberantas penyelundupan, tambang ilegal dan, semua yang melanggar hukum. "Kami tegakkan dan kami tidak peduli siapa-siapa yang ada di sini," kata dia.
Sekretariat Presiden melaporkan kegiatan itu sebagai bentuk pengawasan dan evaluasi atas hasil kerja Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dalam penertiban kawasan hutan dan pengelolaan sumber daya mineral di wilayah Bangka Belitung. Satgas PKH dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Perpres tersebut ditetapkan Presiden Prabowo Subianto pada 21 Januari 2025.
Sampai Agustus 2025, Satgas PKH telah menguasai kembali lahan hutan negara yang ditanami sawit ilegal seluas 3.325.133,20 hektare. Satgas PKH juga mulai menertibkan lahan hutan negara yang digunakan untuk tambang ilegal.
Satgas telah mengidentifikasi lahan seluas 4.265.376,32 hektare lahan tambang ilegal yang tidak memiliki IPPKH atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Sejak dimulainya penertiban 1 September 2025, Satgas PKH telah menguasai kembali 321,07 hektare lahan.