Liputan6.com, Jakarta Mengatasi masalah buang air besar sembarangan (BABS) membuat kasus muntaber di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat turun.
Teratasinya masalah BABS di Sekadau ditandai dengan deklarasi Open Defecation Free (ODF). ODF merujuk pada nihilnya masyarakat yang buang air besar sembarangan di suatu wilayah.
Deklarasi ini sekaligus menobatkan Sekadau sebagai kabupaten pertama di Kalimantan Barat yang mencapai ODF, tepatnya pada 7 Agustus 2025.
“ODF ini berkaitan dengan penyakit-penyakit akibat lingkungan, sebelum ODF yang sangat terasa di sini adalah muntah berak (muntaber). Jadi muntah berak itu setiap kemarau seminggu saja, kita selalu berjibaku dengan muntaber,” kata Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Sekadau, Henry Alpius kepada Health Liputan6.com saat ditemui di kantor Bupati Sekadau, Rabu (24/9/2025).
Dengan tercapainya ODF, kasus-kasus penyakit terkait lingkungan jadi jauh berkurang.
“Dengan adanya ODF ini, maka kasus-kasus penyakit di desa-desa, muntah berak, itu jauh berkurang,” katanya dalam kunjungan bersama Wahana Visi Indonesia.
Henry menambahkan, tercapainya ODF di Sekadau tak lepas dari peran kebijakan yang tegas. Salah satunya terkait penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk kegiatan kesehatan. Di mana setiap desa wajib menggunakan 20 persen APBDes untuk program kesehatan termasuk yang terkait ODF.
“Setiap desa kalau tidak menganggarkan itu maka tidak akan disahkan anggaran APBDes-nya. Jadi mereka harus menganggarkan itu,” ujarnya.
Eliminasi 3 Penyakit Akibat Lingkungan
Peraturan yang memaksa demi terciptanya perilaku hidup bersih sehat (PHBS) nyatanya membuahkan hasil baik. Tak hanya soal muntaber, berbagai penyakit lain pun turut menurun drastis.
“Kami patut bersyukur, penyakit-penyakit akibat lingkungan itu jauh menurun. Kabupaten Sekadau itu termasuk satu-satunya kabupaten /kota di Provinsi Kalimantan Barat yang sudah eliminasi tiga penyakit akibat lingkungan,” terang Henry.
Ketiga penyakit itu adalah frambusia, malaria, dan kusta. Eliminasi ketiga penyakit ini didapatkan di tahun yang sama dengan deklarasi ODF yakni 2025.
“Satu terkait frambusia sudah dapat sertifikatnya, bebas frambusia. Yang kedua adalah malaria, yang ketiga kusta. Tahun yang sama dengan ODF ini kita laksanakan 100 persen, penyakit-penyakit akibat lingkungan juga secara terbukti tiga tahun, lima tahun, tidak ditemukan.”
Dengan tidak ditemukannya ketiga penyakit itu dalam tiga hingga lima tahun belakangan, maka Kementerian Kesehatan memberikan sertifikat yang menyatakan bahwa Kabupaten Sekadau sudah bebas dari frambusia, malaria, dan kusta.
Disabilitas Akibat Kusta di Sekadau
Kusta, atau yang dikenal sebagai lepra, adalah infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, dan saluran pernapasan.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan dapat menular melalui percikan ludah saat batuk atau bersin. Jika tak ditangani dengan tepat, kusta dapat berujung pada kondisi disabilitas.
Henry tak memungkiri, kasus kusta yang berujung pada disabilitas fisik memang ada di Sekadau.
“Disabilitas (akibat kusta) ada, cuman disabilitasnya enggak mengganggu, disabilitas ringan, misalnya pada jari jemari tapi tidak sampai mengganggu pekerjaan.”
Menurutnya, kusta memang sempat menjadi tantangan berat. Penyandang disabilitas akibat kusta di Sekadau adalah pasien lama yang telah menjalani pengobatan. Sementara, lima tahun ke belakang, sudah tidak ditemukan lagi kasus kusta baru.
“Jadi, inilah yang selalu kami gaungkan, bahwa dengan adanya kesehatan lingkungan ini berdampak juga, sehingga Kementerian Kesehatan berani mengeluarkan sertifikat bebas kusta di Kabupaten Sekadau (pada 2025),” pungkasnya.