Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 70 persen pasien kanker payudara di Indonesia ditemukaan saat sudah berada pada stadium lanjut, kondisi yang membuat pengobatan menjadi lebih sulit dengan angka kematian tinggi.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), pada tahun 2022 tercatat sebanyak 66.271 kasus baru kanker payudara, dengan tingkat kematian berada pada angka 22.298. Angka itu menjadikan penyakit ini berada di urutan pertama sebagai penyakit paling banyak diderita perempuan.
Ketua Kerja Kanker, Kemenkes RI, Endang Lukitosari mangatakan, tren penyakit kanker di Indonesia serupa dengan data global.
“Secara angka global insiden dan mortalitas kanker payudara ini menduduki peringkat pertama di seluruh dunia diikuti dengan trennya seperti juga di Indonesia yang setelah kanker payudara, kanker leher rahim, kemudian paru, koloktal dan jenis-jenis lainnya,” jelas Endang acara Forum Jurnalis Kesehatan “Menurunkan Beban dan Angka Kematian Akibat Kanker Payudara: Strategi, Aksi Kolaborasi” pada Senin, 29 September 2025.
Endang menambahkan, berdasarkan analisis data dari BPJS, angka selalu menunjukkan, kanker payudara sebagai penyakit utama yang telah ditangani lewat layanan BPJS Kesehatan.
Mengapa Kasus Kanker Payudara di Indonesia Tetap Tinggi?
Menurut Endang, permasalahan ini datang dari beberapa sisi. Pertama, karena penyakit ini kerap terdeteksi setelah stadium lanjut yang disebabkan oleh cakupan skrining kanker payudara yang masih rendah.
Selain itu, ia mengatakan, masih banyak puskesmas yang belum menetapkan prosedur deteksi dini kanker payudara, yang membuat kondisi ini semakin serius.
“Artinya apa? Artinya kalau semua puskesmas, semua layanan tingkat pertama melakukan deteksi dini, barangkali menemukan stage awal lebih cepat sehingga tata laksananya bisa lebih cepat, sehingga kematian bisa ditekan,” ujar Endang.
Lebih lanjut, Endang menekankan, permasalahan muncul dari tingkat layanan paliatif yang masih rendah. Layanan paliatif merupakan perawatan medis khusus untuk meningkatkan kualitas hidup pasien atau keluarga pasien untuk mengurangi gejala fisik maupun psikologis.
“Kemudian juga permasalahan lain yang kita juga lihat bahwa 70 persen kasus kanker datangnya sudah stadium lanjut dan juga waktu tunggu yang panjang sejak didiagnosis sampai mendapatkan terapi definitif ini perlu waktu yang lama yang kemudian menyebabkan tata laksana tertunda,” jelasnya.
Tingkat Kesintasan yang Masih Tertinggal
Menurut Endang, keterlambatan diagnosis dan tata laksana penanganan berpengaruh pada angka kesintasan. Angka kesintasan adalah presentase pasien yang masih hidup dalam jangka waktu tertentu, setelah didiagnosis penyakit.
Lebih lanjut, Endang menjelaskan, angka kesintasan kanker payudara dalam limat tahun terakhir di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya.
“Di Indonesia angka kesintasan 5 tahun ini masih berkisar pada 56 persen-an dibandingkan dengan negara maju yang sudah 90 persen. Bahkan India sudah 66 persen, tapi kita masih menang karena Afrika Selatan baru 40 persen,” ungkapnya.
Selain itu, Endang juga menyebut, hanya sebagian kecil perempuan melakukan skrining kanker payudara, meskipun tren menunjukkan kenaikan.
“Angkanya masih kurang dari 30 persen wanita melakukan skrining. Artinya sebenarnya backlog kita 70 persen paling tidak semua wanita di Indonesai pernah melakukan skrining terhadap kanker payudara ini,” ujarnya.
Risiko Kematian Bisa Ditekan
Pada kesempatan yang sama, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi menyebut, tingkat kematian akibat kanker payudara bisa ditekan dengan melakukan deteksi dini.
“Angka payudara sebenarnya kalau ditemukan dari stadium dini itu bisa angka survival-nya itu mencapai lebih dari 90 persen,” katanya.
Sayangnya, banyak masyarakat yang masih menunda untuk mendapatkan penanganan yang tepat setelah terdiagnosis. Menurut Nadia, masyarakat cenderung mendahulukan pengobatan alternatif.
“Tantangan daripada masyarakat Indonesia adalah biasanya kalau sudah mendengar bahwa dia divonis kanker itu cenderung mencari-cari dulu alternatif-alternatif atau pendapat-penddapat. Sementara penyakitnya berprogres ters dan akhirnya dia dari yang awalnya stadium 1 mungkin bisa nanti di ujung-ujungan stadium 3,” ujarnya.