Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan AI dan big data semakin menuntut perguruan tinggi untuk bertransformasi, mengikuti pola teknologi pendidikan masa kini, menuntut modernisasi. Kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri disebut sebagai kunci modernisasi pendidikan tinggi.
Hal tersebut dikatakan oleh Aslam, Director of National Association of Private Education Institution. Menurutnya, kolaborasi berbentuk kemitraan antara Universitas dan Industri bisa membawa perubahan penting bagi dunia pendidikan.
"Kini universitas perlu melakukan modernisasi. Jika Anda perlu memodernisasi infrastruktur, Anda perlu berpartisipasi dalam kemitraan klub. Jadi, siapa yang bisa menyediakannya? Industri," tegasnya.
Aslam menyebut, kemitraan merupakan salah satu hal yang dibutuhkan oleh dunia pendidikan masa kini.
“Konsep kebersamaan, kolaborasi, dan kemitraan ini menjadi sebuah keharusan. Ini adalah realitas masa kini, dan pada dasarnya, ini akan membentuk kembali apa yang terjadi di dunia pendidikan. Jadi, jika kita memandang kemitraan dan kolaborasi, itulah esensi, hakikat platform pendidikan global saat ini,” jelasnya.
Universitas Sediakan SDM, Industri Hadirkan Infrastruktur
Pada kesempatan yang sama, Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Bambang Pramujati, menekankan pentingnya pembagian peran antara dunia pendidikan tinggi dan industri.
Menurutnya, Universitas bisa menyediakan sumber daya manusia, riset, dan gagasan, sementara industri membantu menghadirkan dukungan infrastruktur serta memastikan hasil riset dapat diterapkan secara nyata.
“Hal terpenting adalah universitas akan menyediakan riset dan pakar akademis, sementara perusahaan teknologi menyediakan infrastruktur dan perangkat yang skalabel. Itulah poin kunci bagaimana perusahaan dan universitas memanfaatkan AI. Karena keduanya tidak dapat dipisahkan,” jelas Bambang.
Ia menambahkan, tanpa keterlibatan industri, banyak inovasi dari universitas tidak bisa dimanfaatkan secara luas. Oleh karena itu, kolaborasi erat dinilai penting untuk mempercepat peningkatan kualitas pendidikan sekaligus menjawab kebutuhan modernisasi.
Pola Lama Diganti Co-Creation
Selain modernisasi, pola kerja sama antara universitas dan industri juga harus berubah. Jika sebelumnya perguruan tinggi hanya menjadi konsumen teknologi, kini pendekatan tersebut dianggap tidak relevan. Universitas dituntut berperan aktif dalam menciptakan solusi bersama dengan industri.
Aslam menegaskan perlunya perubahan pola pikir di perguruan tinggi. Menurutnya, Universitas tidak seharusnya dipandang hanya sebagai konsumen dari industri. Keduanya bukanlah entitas yang terpisah.
Ia menambahkan, perspektif pendidikan tinggi kini bergerak dari sekadar pembeli produk menuju ke arah kolaborator.
"Harus ada perubahan pola pikir dalam pendidikan tinggi, di mana pendidikan tinggi bukan lagi tentang sebuah organisasi yang akan membeli perangkat lunak dari industri. Mereka bukan lagi dua entitas. Ini bukan lagi pengadaan. Ini adalah kreasi bersama," jelas Aslam.
Ia menekankan, universitas memiliki “the brains”—yakni para profesor, peneliti, dan akademisi—yang harus diberdayakan. Dengan melibatkan otak-otak akademik, industri dapat menghasilkan teknologi yang sesuai kebutuhan pendidikan. Inilah bentuk kolaborasi strategis yang saling menguntungkan.
Modernisasi Harus Didukung Kebijakan dan Etika
Bambang menyebut, penggunaan AI di lingkungan perguruan tinggi membawa peluang sekaligus tantangan. Menurutnya, peraturan perlu diterapkan untuk implementasi AI dan big data dalam lingkungan akademik.
“Satu hal penting yang harus selalu kita ingat adalah kebijakan yang perlu kita buat untuk memastikan bahwa mereka dapat menggunakan AI dan big data secara bertanggung jawab. Itu sangat penting dan saya melihat kebijakan yang harus ada dalam tiga tingkatan,” jelasnya.
Pertama, pada tingkat institusi, Bambang menyebut, ITS telah menetapkan panduang penggunaan AI dalam pengajaran, penilaian, riset, dan asesmen untuk menjaga integritas akademik. Menurutnya, mahasiswa boleh menggunakan AI, tetapi tidak boleh sekadar copy-paste.
Pada tingkat nasional, perguruan tinggi wajib mematuhi aturan perlindungan data pribadi, termasuk tata cara penyimpanan, pengolahan, dan pembagian data mahasiswa. Kemudian, di tingkat global, kebijakan harus selaras dengan panduan UNESCO yang menekankan prinsip transparasi dan akuntabilitas serta desain teknologi yang berpusat pada manusia.
“Saya pikir itu sangat penting. Prinsip utamanya sederhana, inovasi harus berjalan secepat tingkat kepercayaan,” tutupnya.