Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana angkat bicara soal kasus kematian siswi SMKN 1 Cihampelas Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Menurut info yang ia dapat, kejadian ini tidak berhubungan dengan keracunan hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Itu kan sudah dijelaskan dari sana (Dinas Kesehatan KBB) bahwa itu tidak ada hubungan,” kata Dadan usai rapat koordinasi (rakor) soal MBG di Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kamis (2/10/2025).
Lantas, apakah BGN telah melakukan investigasi terkait kasus ini?
“Kemarin sebenarnya kita bertanya, tapi orangtuanya kan tidak boleh tidak mengizinkan untuk autopsi. Jadi kita serahkan ke pemerintah setempat yang menyampaikan ya,” ujar Dadan.
Dalam kesempatan itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin juga memberi respons soal kematian siswi tersebut.
Budi mengatakan, dirinya telah mendapatkan laporan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang menyatakan bahwa meninggalnya siswi kelas 12 itu bukan akibat keracunan menu MBG.
“Untuk kematian di Cihampelas mungkin lebih tepat ditanyakan ke sana, saya sudah menerima laporan dari Kepala Dinas Kesehatan sana bahwa kematiannya itu tiga hari atau empat hari setelah (makan MBG) tapi kalau untuk kematiannya karena apa saya rasa lebih baik ditanyakan ke sana,” kata Budi.
Setibanya di Tanah Air, usai lawatan ke empat negara. Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat dengan sejumlah Menteri guna membahas sejumlah hal, termasuk maraknya keracunan menu MBG. Pemerintah mengevaluasi kewajiban syarat dapur SPPB sebagai peny...
Kata Dinkes KBB
Sebelumnya, siswi SMKN 1 Cihampelas KBB, Jawa Barat, Bunga Rahmawati meninggal dunia pada Selasa, 30 September 2025.
Sebelum meninggal, remaja 17 tahun itu menunjukkan gejala keracunan makanan seperti mual, muntah, kejang, hingga mulut berbusa.
Pada Rabu, 24 September 2025 memang ia sempat mengonsumsi hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) dan gejala baru timbul pada Senin, 29 September 2025.
Maka dari itu, Dinas Kesehatan KBB, menyimpulkan bahwa kematian Bunga bukan disebabkan oleh MBG, tapi ditemukan bahwa siswi itu mengidap penyakit lambung.
"Pasien meninggal bukan akibat dari mengonsumsi MBG pada hari Rabu, 24 September 2025. Pasien mengeluhkan gejala pada hari Senin, 29 September 202, lebih dari 2x24 jam dari mengonsumsi MBG)," mengutip surat resmi yang ditandatangani Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bandung Barat, Lia Nurliana Sukandar pada 1 Oktober 2025.
121 Siswa SMKN 1 Cihampelas Keracunan MBG
Seperti diketahui, sebanyak 121 siswa dari SMKN 1 Cihampelas mengalami gejala keracunan massal setelah mengonsumsi MBG pada Rabu, 24 September 2025.
Gejala yang dialami para siswa diantaranya mual, pusing, kejang, dan sesak napas. Namun, dari jumlah tersebut, pihak sekolah meyakini bahwa siswa Bunga bukan salah satu yang terdampak keracunan. Ia tidak menjalani perawatan di posko atau rumah sakit karena tak merasakan gejala mual.
Pada tanggal 24 September, Bunga sempat menyantap dua porsi MBG karena temannya enggan memakannya. Ia pun pulang ke rumah pukul 14.00. Saat ditanya keluarga apa yang dirasakan usai santap MBG, ia mengeluh sedikit pusing.
JPPI Sebut Perlu Investigasi Menyeluruh
Terkait kejadian ini, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) turut berbela sungkawa atas meninggalnya siswi SMK Negeri 1 Cihampelas.
JPPI menilai kasus kematian siswi di KBB yang terjadi pasca gelombang keracunan massal program MBG ini tidak boleh dianggap remeh, apalagi ditutup-tutupi.
“Meskipun Dinas Kesehatan setempat buru-buru menyatakan kematian tersebut ‘bukan akibat MBG’, JPPI menegaskan bahwa investigasi menyeluruh, transparan, dan independen wajib dilakukan. Hal ini penting agar publik tidak terjebak pada narasi pengaburan fakta,” kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, dalam keterangan pers dikutip Kamis (2/10/2025).
Lebih lanjut, Ubaid mengatakan kasus ini harus diinvestigasi secara transparan dan melibatkan publik.
"Jika tidak ada tim independen yang melakukan investigasi, dikhawatirkan berpotensi melahirkan spekulasi liar sekaligus melemahkan kepercayaan publik terhadap program MBG,” ujar Ubaid.
Atas kejadian ini, JPPI menuntut:
- BGN harus membentuk tim investigasi independen melibatkan ahli forensik, lembaga kesehatan, dan masyarakat sipil, serta hasil investigasi diumumkan secara terbuka kepada publik.
- Presiden Prabowo Subianto diminta tidak lagi meremehkan kasus MBG sebagai sekadar persentase kecil, karena ini menyangkut nyawa anak bahkan kini sudah ada dugaan korban jiwa.
- Jika terbukti ada kaitan MBG dengan kematian maupun keracunan massal, maka Presiden dan BGN wajib bertanggung jawab dan tutup semua Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sekarang juga, tanpa terkecuali.
“Kematian seorang siswa di tengah tragedi keracunan MBG adalah alarm keras bagi bangsa ini. Jangan buru-buru menyatakan ‘bukan karena MBG’ sebelum ada bukti ilmiah yang transparan. Publik berhak tahu kebenarannya, Presiden dan BGN wajib bertanggung jawab penuh,” tutup Ubaid.