
MENJELANG akhir September 2025, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, melakukan kunjungan kerja ke Lampung. Dalam lawatannya, ia meninjau langsung pelaksanaan dan distribusi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi kelompok 3B (ibu hamil, ibu menyusui dan balita non-PAUD).
“Semuanya baik-baik saja,” ujar menteri ketika itu.
Menarik perhatian kala Menteri Wihaji mendapati satu anak dari Keluarga Risiko Stunting (KRS) yang dikunjungi di salah satu desa di Lampung, ternyata berpotensi stunting. Pasalnya, berat badan di usia 2,5 tahun hanya 10,2 kg dari seharusnya 13 kg. Nama balita itu Rayyan Abiyan Ramadhan.
Upaya pemerintah setempat memang telah dilakukan. Rayyan mendapat intervensi bantuan makanan bergizi. Ia merupakan satu dari sejumlah KRS yang mendapat bantuan yang diberikan oleh menteri Wihaji menjelang puncak peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia tahun 2025 yang dipusatkan di Lampung pada 25 September 2025. Sebelum menghadiri puncak peringatan, Wihaji menyempatkan blusukan ke keluarga-keluarga KRS di seputaran Lampung Tengah.
Upaya pemberdayaan KRS oleh pemerintah diwujudkan dalam banyak rupa. Ada penyaluran bantuan makanan bergizi gratis, perbaikan sanitasi seperti air bersih, jambanisasi hingga bedah rumah. Termasuk juga pemberian Makan Bergizi Gratis sasaran 3B.
Rayyan adalah satu dari 1 juta anak-anak dan KRS yang disasar oleh Kemendukbangga/BKKBN dalam program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting). Sebuah gerakan yang memanggul filosofi gotong royong/keroyokan. Dimplementasikan melalui gerakan orang tua asuh yang saat ini mencapai kisaran 15 ribu orang/institusi/industri, dengan nilai bantuan yang bila dirupiahkan kira-kira mencapai Rp 240 miliar lebih.
Data yang dimiliki Kemendukbangga/BKKBN menunjukkan sebanyak 8,6 juta keluarga di Indonesia tergolong KRS. Adapun total keluarga sebanyak 75,65 juta keluarga. Juga diketahui ada 3,7 juta di antaranya tidak memiliki jamban layak dan 1,9 juta tidak memiliki akses air minum yang layak.
Sementara 4,3 juta lainnya termasuk golongan keluarga 4Terlalu yang memiliki faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko persalinan dan kehamilan. Yakni, terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat dan terlalu banyak. Faktor-faktor ini juga menjadi pemicu lahirnya anak-anak yang terindikasi stunting.
MBG Diperluas, Cakup kelompok 3B
Sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting (PPS), BKKBN (ketika itu belum menjadi kementerian) meluncurkan program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat).
Upaya yang dilakukan Dashat di antaranya menyajikan resep menu-menu makanan bergizi. Sekaligus juga mendemonstrasikan cara pembuatanya. Dengan memanfaatkan bahan baku lokal, Dashat hadir untuk memproduksi dan menghadirkan makanan sehat bagi balita stunting. Dashat dimotori oleh ibu-ibu warga setempat.
Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, intervensi terhadap KRS lebih dipertajam. Di antaranya dengan menghadirkan program MBG. Awalnya untuk siswa sekolah. Program ini ditujukan untuk memperbaiki asupan makanan bergizi bagi para siswa.
Karena dirasa penting juga, Menteri Wihaji menyampaikan bahwa sasaran MBG diperluas. Ibu menyusui, ibu hamil dan balita non-PAUD (3B) ikut merapat ke program ini. Artinya, mereka yang berasal dari KRS mendapat manfaat dengan kehadiran program mulia ini. Kuota MBG 3B hanya 10 persen dari jumlah total menu MBG yang didistribusikan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Memitrakan SPPG-Dashat-UPPKA
Belakangan ini kedua entitas tersebut mulai dilirik. Coba disatukan dalam kemitraan. Adalah Destama Saftyani Sakhi, S.Ds, sosok yang mencoba memitrakaan SPPG Ganjar Agung dengan Dashat. Selaku Kepala SPPG Ganjar Agung, Destama tak kesulitan untuk meyinergikannya.
Bahkan, ia telah melibatkan kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) binaan Kemendukbangga/BKKBN dalam kegiatan SPPG Ganjar Agung yang beralamat di Jl. Soekarno Hatta, Ganjar Agung, Metro Barat, Kota Metro, Lampung. “SPPG kami terpilih dalam program MBG karena merupakan SPPG yang pertama kali running/berjalan di Kecamatan Metro Barat,” ungkap Destama.
Saat ini, SPPG Ganjar Agung yang sempat dikunjungi Menteri Wihaji, melayani sesuai target 3.497 sasaran. Sebanyak 366 sasaran merupakan ibu hamil, ibu menyusui dan balita non-PAUD. Selebihnya para siswa sekolah. Adapun distribusi MBG kelompok 3B menyasar 33 ibu hamil, 61 ibu menyusui dan 272 balita non PAUD.
Setiap pagi MBG 3B didistribusikan kepada penerima manfaat 3B dari KRS oleh kader Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan kader Dashat. Sementara tray/ompreng diambil kembali oleh petugas SPPG. “Bahan baku untuk membuat menu MBG dipasok dari koperasi setempat dan kelompok UPPKA yang ada di wilayah kami,” jelas Destama. Ini menandakan bahwa MBG memberikan asas manfaat bagi kelompok-kelompok usaha ekonomi prduktif berskala mikro. Setidaknya itu terjadi pada SPPG Ganjar Agung.
Bagaimana awal mula keterlibatan dua entitas, yang menjadi bagian dari program Kemendukbangga/BKKBN, dengan SPPG Ganjar Agung itu terjadi? “Awalnya kami berkoordinasi dengan Penyuluh Keluarga Berencana yang ada di Kecamatan Metro Barat, karena kami membutuhkan untuk distribusi dan pasokan bahan yang bisa dipercaya. Maka, terjalin koordinasi yang menghasilkan kerjasama,” ujar Destama.
Wajib Menjaga Kebersihan Diri dan Dapur
Menyadari distribusi makanan untuk para siswa sekolah dan sasaan 3B, pengelola SPPG mewajibkan pengelola dapur memperhatikan dengan benar Standard Operation Procedure (SOP) yang harus dijalankan. SOP itu: mewajibkan pengelola dapur menjaga kebersihan diri dan lingkungan dapur, seperti cuci tangan, kebersihan peralatan hingga bahan makanan. Termasuk pemilihan dan penanganan bahan baku di mana harus segar, memperhatikan tanggal kadaluarsa, dan sertifikasi.
SOP lainnya adalah proses memasak harus benar di mana memasak hingga matang, hindari kontaminasi silang dan pilah bahan; Penyimpanan dan distribusi aman dengan menjaga suhu aman, mengemas dengan tepat, dan melakukan pengawasan distribusi. “Kami melakukan SOP dengan ketat, pemantauan dan evaluasi, serta pelatihan SDM,” terang Destama yang menjamin produksinya higienis.
Meski bergerak mulus dengan jumlah penerima manfaat ribuan, SPPG Ganjar Agung tetap dibayang-bayangi ancaman keterbatasan pendanaan UMKM dan koperasi terkait pengadaan bahan baku. Termasuk keterjaminan pasokan pangan dari petani dan peternak lokal. Tantangan itu sudah disadari sejak awal, dan tentu saja para pengelolanya mengantongi solusi.
“Sangat membantu sasaran yang membutuhkan program ini.” Itulah sepenggal kalimat dari Destama yang berharap program ini harus berlanjut berkesinambungan. Sehingga percepatan penurunan stunting dapat secepatnya terealisasi. Harapan Destama tampaknya bakal terealisasi. Pasalnya, data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menebar hawa optimisme.
Berdasarkan data itu, diketahui penurunan prevalensi stunting nasional telah terjadi dari 21,5% pada 2023 menjadi 19,8% pada 2024. Dan diproyeksikan turun lagi menuju target RPJMN 18,8% di 2025 dan 14,2% pada 2029. Memang tidak mudah menurunkan 7,3 persen selama rentang 2023 – 2029.
Berkaca pada target prevalensi stunting di 2024 sebesar 20,1 persen, namun hasil survei menunjukkan di angka 19,8%, melampaui target 0,3%, maka optimisme harus tetap dibangun. Salah satu kuncinya ada pada kolaborasi SPPG, Dashat dan kelompok UPPKA Mereka harus mampu menghasilkan kinerja bermutu.
Hal ini karena masih dibutuhkan upaya lebih keras dan kolaborasi lebih erat, terutama di enam provinsi dengan jumlah balita stunting terbesar. Yaitu, Jawa Barat (638.000 balita), Jawa Tengah (485.893 balita), Jawa Timur (430.780 balita), Sumatera Utara (316.456 balita), Nusa Tenggara Timur (214.143 balita), dan Banten (209.600 balita).
Kalau enam provinsi ini bisa diturunkan 10%, menurut Kementerian Kesehatan, secara nasional prevalensi stunting akan turun 4–5%. Karena 50% anak stunting ada di enam daerah tersebut. (RO/P-4)