Liputan6.com, Jakarta Sebuah kisah penuh nostalgia akan tersaji di Liga Champions pekan ini ketika Jose Mourinho kembali ke Stamford Bridge, kali ini sebagai pelatih Benfica.
Hanya beberapa pekan setelah ditunjuk memimpin klub asal Portugal itu, Mourinho akan duduk di bangku tim tamu untuk menghadapi Chelsea, klub yang pernah ia bawa menuju masa kejayaan.
Pertemuan ini menjadi momen emosional bagi banyak pihak di London Barat. Di dalam stadion, dinding-dinding yang dipenuhi foto kejayaan Chelsea masih memancarkan bayangannya.
Meski sosoknya kini absen dari dinding legenda sejak 2015, jejak Mourinho tetap terasa kuat. Bahkan di museum klub, jas Giorgio Armani ikonik miliknya masih menjadi simbol era keemasan The Blues.
Saat konferensi pers pra-pertandingan, Mourinho duduk berhadapan dengan pelatih Chelsea saat ini, Enzo Maresca. Bagi banyak penggemar, momen ini bukan sekadar laga Liga Champions, melainkan pertemuan kembali dengan sosok paling sukses dalam sejarah klub.
Joe Cole: Masih Ada Tempat untuk Gaya Mourinho
Eks pemain Chelsea, Joe Cole, mengaku sangat menantikan kembalinya ‘The Special One’. Dalam wawancara bersama TNT Sports, Cole menilai bahwa gaya kepelatihan Mourinho masih relevan di sepak bola modern.
“Kalau ada satu hal yang kita pelajari dari awal musim ini, adalah bahwa masih ada tempat untuk gaya Jose Mourinho di level tertinggi,” ujarnya.
Cole menyoroti kemampuan Mourinho untuk beradaptasi di berbagai klub dan era berbeda. “Tim Real Madrid-nya tidak sama dengan Chelsea, begitu pula Inter Milan dan Manchester United. Ia terus berevolusi,” tambahnya.
Ia juga menganggap pencapaian Mourinho di Manchester United sering kali diremehkan. Finis di posisi kedua dianggapnya sebagai prestasi besar, apalagi jika dibandingkan dengan kondisi klub setelah era Sir Alex Ferguson.
Cole menilai langkah Mourinho kembali ke Benfica adalah keputusan cerdas. “Ia kembali ke akar, ke tempat di mana ia nyaman. Saya yakin ia akan melakukan sesuatu yang istimewa di sana, meskipun saya berharap bukan saat melawan Chelsea,” ujarnya sambil tersenyum.
Sang Arsitek Kejayaan Chelsea
Mourinho pertama kali datang ke Chelsea pada 2004 setelah membawa Porto juara Liga Champions. Dengan penuh keyakinan, ia memperkenalkan diri sebagai ‘The Special One’. Sejak itu, ia membangun dinasti di Stamford Bridge, membawa klub meraih gelar liga pertama mereka dalam 50 tahun.
Cole membandingkan pengaruh Mourinho di Chelsea dengan legenda Liverpool, Bill Shankly. “Bagi saya, Mourinho adalah Shankly-nya Chelsea. Ia datang saat dana besar mengalir, dan berhasil mengarahkan kapal menuju kejayaan,” ucapnya.
Sementara itu, Chelsea di bawah Enzo Maresca masih berupaya menjaga konsistensi. Setelah awal musim yang positif dengan kemenangan atas West Ham, Fulham, dan Crystal Palace, mereka sempat tergelincir akibat kekalahan dari Manchester United dan Brighton.
Maresca menilai hasil itu lebih disebabkan oleh kesalahan individu ketimbang masalah struktural dalam tim.
Duel Sarat Makna di Stamford Bridge
Pertemuan Chelsea dan Benfica kali ini bukan sekadar pertandingan Liga Champions, melainkan reuni antara masa lalu dan masa kini. Mourinho akan menghadapi klub yang membesarkan namanya, sementara Chelsea bersiap menghadapi sosok yang membantu membangun fondasi kejayaan mereka.
Bagi Mourinho, laga ini akan menjadi ujian profesional sekaligus emosional. Bagi suporter, ini adalah kesempatan untuk menyambut kembali salah satu manajer paling ikonik dalam sejarah klub, meskipun kali ini, ia datang sebagai lawan.