Liputan6.com, Jakarta Penggunaan kecerdasan buatan atau yang dikenal sebagai AI (Artificial Intelligence) semakin marak di dunia pendidikan. Hal ini membawa tantangan sekaligus peluang bagi institusi pendidikan.
“Saya melihat peluang sekaligus tantangan yang muncul karena penggunaan AI di Universitas,” kata Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Bambang Pramujati dalam Panel Diskusi di Acara Higher Education Partnership Conference Indonesia, Jumat, 26 September 2025.
Maraknya penggunaan AI mendorong para ahli untuk meneliti dan menggunakan teknologi tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh ITS. Hal ini menempatkan ITS di ranking ke 80 secara global dan ranking 1 skala nasional untuk riset AI.
Bambang menyebut, saat ini ITS telah memiliki total 12 pusat riset, dan salah satunya mengenai AI dan teknologi digital, yang disebutnya sebagai tulang punggung ITS terkait riset dan AI.
“Kami juga memiliki AI, yaitu kecerdasan buatan untuk bidang kesehatan dan masyarakat,” kata Bambang.
Bambang menyebut, pemanfaatan AI di institusi pendidikan tidak bisa berjalan secara mandiri, melainkan butuh bermitra dengan industri. Berlaku sebaliknya, universitas dan perusahaan industri membutuhkan satu sama lain.
“Hal terpenting adalah universitas akan menyediakan riset dan pakar akademis, sementara perusahaan teknologi menyediakan infrastruktur dan perangkat yang skalabel. Itulah poin kunci bagaimana perusahaan dan universitas memanfaatkan AI. Karena keduanya tidak dapat dipisahkan,” jelas Bambang.
Universitas Butuh Bantuan Industri untuk Realisasikan Ide
Ia menekankan, pentingnya kolaborasi antara universitas dengan industri melalui kemitraan, karena banyak inovasi yang lahir dari penelitian kampus seringkali tidak masuk pasar tanpa adanya dukungan dari industri.
Menurut Bambang, industri memainkan peran penting untuk merealisasikan ide yang terbentuk di lingkungan pendidikan.
“Kami memiliki sumber daya manusia yang memadai, khususnya di universitas. Namun, infrastruktur atau bagaimana kami akan meningkatkan apa yang kami miliki sangat bergantung pada industrinya,” jelas Bambang.
Perguruan Tinggi Perlu Bergerak dari Procurement ke Co-Creation
Pada kesempatan yang sama, Aslam, Director of National Association of Private Education Institution menyebut kolaborasi berbentuk kemitraan antara universitas dan industri bisa membawa perubahan penting bagi dunia pendidikan.
Membentuk kembali apa yang terjadi di dunia pendidikan, seperti cara mengajar, cara belajar, hingga cara menemukan jawaban. Ia menyebut, kemitraan merupakan salah satu hal yang dibutuhkan oleh dunia pendidikan masa kini.
“Konsep kebersamaan, kolaborasi, dan kemitraan ini menjadi sebuah keharusan. Ini adalah realitas masa kini, dan pada dasarnya, ini akan membentuk kembali apa yang terjadi di dunia pendidikan. Jadi, jika kita memandang kemitraan dan kolaborasi, itulah esensi, hakikat platform pendidikan global saat ini,” jelas Aslam.
Aslam menegaskan perlunya perubahan pola pikir di perguruan tinggi. Menurutnya, Universitas tidak seharusnya dipandang hanya sebagai lembaga yang membeli perangkat lunak dari industri. Keduanya bukanlah entitas yang terpisah.
Ia menambahkan, perspektif pendidikan tinggi kini bergerak dari sekadar pembeli produk menuju ke arah penciptaan bersama (co-creation).
Perguruan Tinggi Butuh Modernisasi
Lebih lanjut, Aslam menekankan, perguruan tinggi memiliki sumber daya yang bisa dimanfaatkan oleh industri. Perusahaan teknologi harus memanfaatkan kecerdasan akademisi untuk memastikan setiap teknologi yang dihasilkan lahir dari kolaborasi dengan institusi pendidikan tinggi.
Menurutnya, kemitraan strategis dalam riset dan pengembangan (R&D) antara institusi pendidikan dengan industri teknologi akan menjadi salah satu faktor terbesar dalam dunia pendidikan.
“Setiap universitas berbeda, datang dengan perspektif yang berbeda. Jadi penyedia teknologi harus memahami kebutuhan setiap Universitas.Dalam pendidikan, tidak ada satu solusi yang bisa cocok untuk semua. Itu harus dikontekstualisasikan,” jelas Aslam.
Lebih lanjut, Aslam menyebut, universitas kini perlu melakukan modernisasi. Menurutnya, modernisasi bisa dicapai melalui kolaborasi erat antara perusahaan pendidikan tinggi. Kerja sama ini juga berfungsi untuk menjembatani kesenjangan yang ada, terutama dalam hal keterampilan berbasis AI.