PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat diminta lebih hati-hati dalam menerapkan kebijakan soal Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu). Kebijakan itu diluncurkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melalui Surat Edaran (SE) Nomor 147/PMD.03.04/KESRA. Dedi Mulyadi menandatangani surat itu pada 1 Oktober 2025.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran Asep Sumaryana mengatakan gerakan Poe Ibu itu justru bisa memberikan celah terhadap tindakan korupsi jika tidak dikelola dengan baik. Menurut dia, nominal uang Rp 1.000 memang tampak kecil, tapi jika dikalikan dengan jumlah warga Jawa Barat yang mencapai 50 juta jiwa, menjadi fantastis nilainya. Melalui gerakan itu, bisa terkumpul dana sekitar Rp 50 miliar per hari.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
"Yang dihawatirkan oleh banyak pihak (bisa jadi ladang korupsi). Jangan sampai donasi ini memberi celah bagi korupsi baru," kata Asep kepada Tempo, Senin, 6 Oktober 2025.
Asep menilai kepercayaan publik terhadap dana-dana patungan seperti itu sedang merosot. Menurut dia, masyarakat kini berada pada fase trauma karena banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini. Alhasil, kata dia, perlu dicermati lebih dalam terkait kebijakan itu dari mulai regulasi hingga pelaksanaan teknisnya.
"Kalau kita lihat juga saat ini masyarakat kita sedang trauma dengan tindak pidana korupsi. Dana bantuan dikorupsi, dana haji tidak jelas, banyak dana yang kemudian menguap tidak jelas," katanya.
Dedi Mulyadi mengklaim Gerakan Rereongan Poe Ibu itu merupakan gerakan partisipatif berbasis gotong royong yang mengedepankan kearifan lokal "silih asah, silih asih, silih asuh."
SE Gerakan Poe Ibu itu ditujukan kepada Bupati juga Wali Kota se-Jawa Barat, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemprov Jawa Barat, juga Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat. Dedi mengajak aparatur sipil negara (ASN), pelajar, juga warga Jawa Barat meningkatkan kesetiakawanan sosial juga memperkuat pemenuhan hak dasar di bidang Pendidikan dan kesehatan.
Menurut dia, Rereongan Poe Ibu menjadi semacam wadah donasi publik resmi yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang bersifat darurat dan mendesak di bidang pendidikan dan kesehatan dengan skala terbatas.
"Melalui Gerakan Rereongan Poe Ibu, kami mengajak ASN, pelajar, dan masyarakat menyisihkan Rp1.000 per hari. Kontribusi sederhana ini menjadi wujud solidaritas dan kesukarelawanan sosial, demi membantu kebutuhan darurat masyarakat," kata Dedi Mulyadi dalam keterangan tertulis yang diakses dari laman resmi Pemprov Jawa Barat, Ahad, 5 Oktober 2025.
Dedi mengatakan uang hasil donasi yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam rekening khusus Bank BJB dengan format nama rekening Rereongan Poe Ibu. "Pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, dan pelaporan dana dilakukan oleh pengelola setempat yang bertanggung jawab penuh terhadap akuntabilitasnya," katanya.
Mengenai transparansi penggunaan dana donasi, kata dia, laporan penggunaan dana akan disampaikan kepada publik melalui aplikasi Sapawarga dan Portal Layanan Publik Pemprov Jawa Barat. Selain itu, laporan penggunaan dana juga akan diumumkan di akun media sosial masing-masing Lembaga dengan mencantumkan tagar RereonganPoeIbu.
"Di sekolah, pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah dengan koordinasi Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama," katanya. "Sedangkan di lingkungan atau RT/RW, dilaksanakan oleh Kepala Desa/Lurah, serta koordinasi keseluruhannya dilaksanakan oleh Camat."