
DALAM rangka memperkuat kualitas sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045, Health Collaborative enter (HCC), Laulima Eye Health Initiative dan Indonesian Health Development Center (IHDC) meluncurkan Cermata, sebuah inovasi skrining kesehatan mata dan jiwa berbasis digital yang inklusif, adaptasi lokal dari platform WHOeyes.
Cermata hadir sebagai solusi ilmiah untuk menjawab tantangan akses skrining mata konvensional yang masih terbatas, terutama di lingkungan sekolah dasar dan anak dengan disabilitas.
Menurut Project Leader dan Peneliti Utama Cermata, Kianti Raisa Darusman, Cermata ini merupakan pendekatan skrining yang belum pernah dilakukan di Indonesia, dan sangat holistik karena menggunakan pendekatan kombinatif antara kesehatan penglihatan dan kesehatan jiwa, dua masalah kesehatan yang penting untuk membentuk kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Dari proses pengembangan, uji validasi serta implementasi pada lebih dari 1200 anak SD di Jakarta terbukti pendekatan Cermata ini sangat efektif meningkatkan daya cakupan skrining bahkan efektivitas deteksi dini untuk masalah gangguan penglihatan dan kesehatan jiwa anak selama proses belajar di sekolah”, ungkap dr Kianti yang merupakan seorang dokter spesialis mata anak ini.
Ditambahkannya, saat ini, diperkirakan 3,6 juta anak Indonesia mengalami kelainan refraksi, dengan 3 dari 4 anak tidak mendapatkan koreksi kacamata yang diperlukan. Belum lagi studi ini mendapatkan hasil bahwa mereka yang mengalami gangguan penglihatan juga alami risiko cemas atau ansietas.
“Jadi Cermata ini bisa membantu guru untuk juga mendeteksi risiko gangguan seperti ini di sekolah dan tentunya bisa membantu proses belajar mengajar. Karena dari beberapa analisis kualitatif yang kami temukan di sekolah pada saat ujicoba Cermata, gur-guru juga merasa sangat terbantu dengan pendekatan ini,” ujar Kianti.
Temuan inti dari uji coba Cermata yang dikembangkan antara Mei–Oktober 2025 melalui proses ilmiah yang mencakup:
- Studi pendahuluan pada 1.254 pelajar SD dan SLB di Jakarta,
- Pertemuan 11 pakar multibidang termasuk Kesehatan mata, Kesehatan primer, Kedokteran komunitas, Pendidikan dan Psikologi,
- Adaptasi WHOeyes ke dalam platform web skrining Cermata,
- Pelatihan 128 pendamping anak,
- Uji coba dan validasi pada 849 pelajar, serta
- Pemberian koreksi kacamata bagi anak-anak dengan gangguan refraksi.
Khusus untuk integrasi Cermata dengan skrining kesehatan jiwa anak melalui kuesioner PedEyeQ, yang menilai fungsi visual, keterbatasan akibat kondisi mata, fungsi sosial, dan kekhawatiran anak.
Temuan Kunci: Hubungan Kesehatan Mata dan Kesehatan Jiwa
Hasil skrining awal Cermata menunjukkan:
- 40% anak memiliki gangguan penglihatan,
- 70% anak menunjukkan indikasi gangguan emosional,
- 50% anak mengalami masalah perilaku, dan
- 27% anak memiliki indikasi hiperaktivitas
Dalam kesemaptan ini, Menteri Kesehatan RI 2014-2019 Prof. Nila F Moeloek, yang juga merupakan penasehat utama dari program Cermata ini mengungkapkan, “Cermata ini sangat baik untuk kesehatan publik di tanah air. Melalui digitalisasi, skrining dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, termasuk di sekolah dan lingkungan rumah. Cermata juga didesain inklusif untuk anak-anak dengan disabilitas menggunakan alat bantu huruf E cetak. Platform ini telah melalui proses alih bahasa oleh penerjemah tersumpah dan memenuhi standar validitas ilmiah."
Nila menambahkan, “Cermata bukan hanya alat skrining, tetapi gerakan kolaboratif yang melibatkan guru, orang tua, dan tenaga kesehatan sebagai pendamping utama. Hasil skrining menjadi pintu masuk untuk jejaring rujukan dari sekolah ke puskesmas pembina dan fasilitas kesehatan lanjutan." (Z-1)