Liputan6.com, Jakarta - Memiliki rumah di lingkungan rawa membuat septic tank Ningsih kerap hancur. Padahal, septic tank memiliki peran krusial dalam menampung limbah domestik.
Beruntung, dua tahun belakangan, ibu yang tinggal di desa bantaran Sungai Kapuas, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat itu sudah menggunakan septic tank alternatif yang disebut Gentong Mas Santun.
Gentong Mas Santun adalah singkatan dari Gerakan Tolong Masyarakat Sanitasi Tuntas. Sebuah inisiatif dari Wahana Visi Indonesia (WVI) untuk membantu warga yang tinggal di bantaran sungai dan daerah rawa.
Ini merupakan sistem pembuangan limbah yang aman dengan teknologi tepat guna. Salah satu alternatif model toilet sehat untuk rumah panggung di tepi sungai, di atas rawa, maupun di daerah pasang surut, yang tak memungkinkan untuk menggali septic tank biasa lantaran dapat berisiko memengaruhi fondasi rumah.
Selain di daerah-daerah tersebut, Gentong Mas Santun juga dapat diterapkan pada rumah di daratan.
Jika dilihat secara fisik, Gentong Mas Santun dapat terbuat dari dua toren atau alat penampung air yang disusun dengan sistem perpipaan menyerupai septic tank. Fungsinya sama, yakni untuk menampung limbah domestik dari jamban.
Gentong Mas Santun dapat diletakan di darat, setengah tertanam di tanah, atau bahkan terendam di pinggir sungai.
Dengan adanya inovasi ini, masyarakat yang tinggal di tepi sungai dan rawa seperti Ningsih, akan terbantu untuk menuntaskan masalah sanitasi. Pasalnya, model toilet ini mengamankan air dan lingkungan sekitar dari cemaran tinja yang terbuang sembarangan.
WVI secara khusus melakukan pelatihan terkait definisi, manfaat, dan cara pemasangan Gentong Mas Santun kepada penerima manfaat dan pemerintah desa untuk menjamin keberlanjutan.
Kembangbiakan Pengurai Feses Secara Mandiri
Timbul tanya, bagaimana cara mencegah agar septic tank alternatif itu tidak penuh dan meluap?
Terkait hal ini, Ningsih sudah mendapatkan edukasi dari pihak WVI untuk mengembangbiakan bakteri pengurai feses secara mandiri.
“Untuk mengembangbiakkannya, siapkan satu jerigen (jerrycan) air lima liter, baru dimasukkan satu gelas (bibit bakteri EM4/pengurai tinja), terus kasih gula lima sendok. Didiamkan 2-3 hari, baru bisa dipakai,” jelas Ningsih, kepada Health Liputan6.com saat ditemui di bantaran Sungai Kapuas, Kabupaten Sekadau, Jumat, 26 September 2025.
Setelah diendapkan dua hingga tiga hari, pengurai ini dapat digunakan dengan cara ambil satu gelas, larutkan ke dalam satu ember air, aduk, kemudian siramkan ke dalam lubang kloset.
Untuk mengoptimalkan kinerjanya, maka di bagian lubang Gentong Mas Santun dapat dimasukkan tablet klorin untuk menghilangkan bau.
Kedua “jurus” ini dapat membuat hasil penguraian menjadi jernih, tak berbau, dan dapat dialirkan ke parit tanpa mencemari lingkungan.
Penyiraman kloset dengan pengurai dilakukan Ningsih dalam kurun dua atau tiga minggu sekali.
Cerita Warga Sebelum dan Setelah Punya Toilet Sendiri
Selain Ningsih, warga lain yang merasakan manfaat dari Gentong Mas Santun adalah Rita.
Ibu dua anak itu tinggal di rumah panggung tepat di pinggir sungai. Rumah bagian depannya berada di daratan, sementara bagian dapur dan toilet berada di perairan sungai dengan ditopang kayu.
Dulu, Rita dan keluarga harus turun ke sungai untuk buang air besar (BAB). Ia tak memiliki toilet apalagi septic tank untuk menampung sampah domestik jamban sehari-hari.
Anak pertamanya, Sasha, kerap ketakutan jika ingin buang air di malam hari atau ketika hujan turun. Saat mengandung anak kedua, Rita juga kerap kesulitan untuk turun ke sungai. Beruntung, kini ia sudah memiliki toilet sendiri yang dilengkapi dengan Gentong Mas Santun.
“Dulu kalau mau BAB di sungai Kapuas, 2023 sudah punya WC (dalam rumah), lebih enak di WC lah. Dulu kalau mengandalkan jamban (di tepi sungai) suka banyak orang juga yang pakai, jadi ketika ingin buang air harus giliran (mengantre).”
Kabar baiknya, kisah buang air besar ke sungai kini sudah menjadi kenangan belaka dan berganti pada perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Songsong Deklarasi ODF
Kini, semua warga di desa tersebut sudah tak BAB di sungai. Mereka mulai sadar akan pentingnya BAB pada tempatnya.
Sehingga, pada 1 Januari 2025, desa dengan 700-an kepala keluarga (KK) ini telah melancarkan deklarasi Open Defecation Free (ODF). Diikuti deklarasi ODF di tingkat kabupaten pada 7 Agustus 2025. ODF adalah istilah yang merujuk pada...