Liputan6.com, Jakarta Badan Gizi Nasional (BGN) melalui program-programnya mendorong intervensi konkret dalam upaya penurunan stunting di Tanah Air. Pada tahun 2025, pemerintah menargetkan angka stunting turun di angka 18,8 persen dari sebelumnya 19,8 persen.
Program BGN berfokus pada intervensi gizi spesifik bagi balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Ada juga intervensi sensitif yang mencakup aspek sanitasi, akses air bersih, edukasi pola makan, dan pemberdayaan pangan lokal.
Salah satu program andalan BGN adalah Makan Bergizi Gratis (MBG) dimaksudkan untuk menyediakan makanan bergizi secara gratis di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Per Agustus 2025, lebih dari 15 juta orang telah menerima Makan Bergizi Gratis.
"Penerima manfaatnya sudah di atas 15 juta dan insyaallah akan mendekati angka 20 juta," ujar Dadan seusai pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Program BGN, kata Dadan, menyasar kelompok yang perlu mendapat perhatian. Termasuk anak-anak yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan asupan bernutrisi.
"Sekitar 60% anak-anak dari kalangan ini tidak punya akses yang baik terhadap makanan dengan gizi seimbang," kata Dadan.
Lalu, ada juga ibu hamil yang menjadi target dalam program ini. Diharapkan dengan pemberian nutrisi yang baik maka anak yang ada dalam kandungan bisa tumbuh menjadi generus penerus bangsa.
"Mereka yang sekarang ada dalam kandungan tetapi 20 tahun kemudian di 2045 akan menjadi tenaga kerja produktif," kata Dadan.
Pemantauan Berbasis Data agar Intervensi Sesuai Target
Seperti diketahui berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang disampaikan Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting nasional turun menjadi 19,8%, dari 21,5% pada tahun 2023.
Angka pada 2024 sedikit melewati target nasional 2024, yaitu 20,1%. Masih merujuk pada survei SSGI indikator wasting juga menunjukkan penurunan menjadi 7,4%.
Meskipun tren penurunan angka kekurangan gizi sudah positif, pemerintah memiliki target angka stunting 2025 di angka 18,8 persen. Untuk mencapai itu, diperlukan percepatan intervensi terutama di enam provinsi yang menyumbang sekitar 50% total kasus stunting yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Banten.
Menurut Dadan, untuk bisa menurunkan angka stunting maka diperlukan data berbasis lokasi, status sosial ekonomi dan kelompok umur. Bila data ini diketahui maka bisa merancang intervensi yang efektif.
Pemantauan berbasis data kini menggunakan sistem yang lebih presisi, termasuk penggunaan data survei lokal dan pemetaan wilayah prioritas agar program seperti MBG dan intervensi spesifik dapat menyasar mereka yang paling membutuhkan.
Kolaborasi Lintas Sektor untuk Turunkan Angka Stunting
Untuk bisa menurunkan angka stunting, kolaborasi lintas kementerian/lembaga serta pemerintah daerah menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi percepatan.
BGN bekerja sama Kementerian Kesehatan, BKKBN, Kementerian PUPR, Kementerian Sosial, dan juga pemerintah daerah dalam penyediaan sarana sanitasi, distribusi pangan bergizi, hingga penyediaan alat ukur antropometri di Posyandu. Di tingkat daerah, peran Pemda semakin penting.
Dadan mengatakan bahwa ada tiga fungsi Pemda dalam mendukung program MBG yakni:
- pembangunan infrastruktur
- rantai pasok pangan bergizi, dan
- penyaluran MBG bagi ibu hamil, ibu menyusui, serta balita secara bersama-sama.
"Saya kira itu yang saya sampaikan dan terutama kami ingin agar koordinasi dengan para kepala daerah bisa berjalan lebih intens, lebih sinergi, lebih harmoni dan bersama-sama menyukseskan program Makan Bergizi Gratis," ucap Dadan Hindayana.