Liputan6.com, Jakarta - Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (DENV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
DBD lebih umum terjadi di daerah beriklim tropis dan subtropis, dan dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia. Menurut data Kementerian Kesehatan, hingga 22 September 2025, terdapat 115.138 kasus DBD dengan 479 kematian di seluruh Indonesia.
Ketua Program Vaksinasi Nasional, Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K), menyatakan bahwa DBD dapat menyebabkan dehidrasi parah dan pengentalan darah, terutama pada anak-anak.
"Dengue adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia, dan mengancam sepanjang tahun," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Gejala DBD sering kali tidak tampak atau hanya berupa gejala ringan, tapi bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik.
Gejala umum termasuk demam tinggi, sakit kepala, nyeri sendi, mual, dan ruam kulit. Virus dengue memiliki empat serotipe, sehingga seseorang dapat terinfeksi lebih dari sekali, yang meningkatkan risiko gejala parah.
Tingkat Keparahan DBD pada Anak-anak
Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap DBD. Prof. Sri Rezeki, menegaskan,"Gejala pada anak bisa semakin parah karena kekebalan tubuh mereka tidak sekuat orang dewasa."
Jika tidak ditangani, DBD dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah yang berujung pada syok dan kejang. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk waspada dan mengenali gejala DBD.
Upaya Pengendalian DBD di Indonesia
Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan DBD sejak tahun 1980. Upaya ini meliputi penggunaan larvasida, fogging, serta program partisipasi masyarakat seperti Gerakan 3M Plus dan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J).
Selain itu, teknologi Wolbachia juga diperkenalkan untuk menekan penyebaran virus.
Namun, meskipun berbagai langkah telah diambil, angka kejadian DBD masih menunjukkan tantangan yang perlu diatasi. DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan mobilitas penduduk tinggi, mencatat 7.274 kasus DBD dengan 12 kematian hingga September 2025.
"Kami membutuhkan strategi berlapis agar perlindungan terhadap masyarakat dapat lebih diperkuat," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr. Ovi Norfiana.
Vaksinasi Dengue sebagai Solusi
Pemerintah bersama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) berkolaborasi untuk meningkatkan cakupan vaksinasi dengue, terutama bagi anak-anak. Vaksinasi ini diharapkan menjadi game changer dalam pengendalian DBD.
"Kami percaya bahwa kolaborasi lintas sektor akan memperkuat upaya perlindungan," ujar Prof. Sri Rezeki.
Vaksin akan diberikan dalam dua dosis dengan jarak tiga bulan. Pemantauan vaksinasi ini akan berlangsung selama tiga tahun dan mencakup sosialisasi serta edukasi tentang pentingnya vaksinasi.
"Kami berupaya menghadirkan mekanisme pemantauan efektivitas vaksin yang lebih sistematis," tambahnya.
Komitmen Berbagai Pihak
Komitmen untuk mengatasi DBD juga datang dari PT Takeda Innovative Medicines. Head of Medical Affairs, Dr. Arif Abdillah, menegaskan pentingnya peningkatan kesadaran publik dan kerja sama lintas sektor untuk mencapai target nol kematian akibat dengue pada tahun 2030.
"Kami percaya bahwa kolaborasi ini akan membantu melindungi lebih banyak keluarga dan memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat," ujarnya.
Dengan sinergi berbagai pihak, optimisme untuk mencapai target nol kematian akibat dengue sangat tinggi.
Vaksinasi dengue, didukung oleh pemantauan aktif dan kolaborasi lintas sektor, diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih kuat dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.