WAKIL Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko mendesak pengusutan insiden ambruknya bangunan Pondok Pesantren atau Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, secara komprehensif. Menurut Politikus Golkar ini, peristiwa yang menimbulkan korban jiwa atau luka, terlebih di lingkungan pendidikan, layak ditelusuri baik secara teknis maupun hukum.
“Kalau ada unsur kelalaian, tentu perlu diusut sesuai hukum,” kata Singgih melalui keterangan pers, Senin, 6 Oktober 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Namun, dia menekankan bahwa pendekatan hukum harus proporsional dan tidak reaktif. Bagi dia, pendekatan hukum harus lebih menitikberatkan pada upaya perbaikan sistem keselamatan bangunan pendidikan keagamaan. “Yang lebih penting adalah memastikan peristiwa ini menjadi pembelajaran nasional,” ujar Singgih. “Fokus utama kita adalah keselamatan santri, bukan mencari kambing hitam.”
Komisi VIII DPR pun meminta agar tim teknis dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dilibatkan untuk meneliti konstruksi bangunan secara profesional. Menurut Singgih, banyak pesantren dibangun secara swadaya tanpa pendampingan teknis atau sertifikasi kelayakan bangunan.
“Kami tidak bisa langsung menuduh. Namun, banyak pesantren berdiri atas niat baik masyarakat, tapi minim pendampingan teknis,” ujar dia. Maka dari itu, Singgih menilai perlu ada pemeriksaan struktur dan evaluasi menyeluruh agar penyebab pasti robohnya bangunan bisa diketahui.
Ia lantas menegaskan bahwa insiden ini menjadi alarm atau pengingat bagi semua pihak, terutama pemerintah pusat dan daerah, supaya lebih serius memperhatikan aspek keselamatan fisik lembaga pendidikan keagamaan.
“Kami di Komisi VIII sangat prihatin. Ini harus menjadi momentum untuk menata ulang kebijakan pembangunan pesantren,” kata dia.
Keselamatan santri, Singgih mengatakan, adalah tanggung jawab bersama, baik pemerintah pusat, daerah, maupun masyarakat.
Pada Senin, 29 September lalu, bangunan Ponpes Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, roboh. Ketika itu ratusan santri tengah melaksanakan salat asar berjamaah di lantai yang difungsikan sebagai musala.
Adapun proses evakuasi telah memasuki hari kedelapan pada Senin, 6 Oktober 2025. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan, per Senin pagi pukul 09.00 WIB, total sebanyak 50 jenazah dan lima potongan tubuh telah ditemukan oleh tim pencarian dan pertolongan (search and rescue, SAR). Jumlah ini merupakan jumlah korban jiwa meninggal dunia terbesar selama kejadian bencana di tahun 2025.