
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunjukkan langkah serius dalam mendorong perdamaian di Timur Tengah. Dua utusan kepercayaannya, Steve Witkoff dan Jared Kushner, tiba di Sharm el-Sheikh, Mesir, Rabu (8/10) pagi, untuk bergabung dalam pembicaraan penting mengenai gencatan senjata di Gaza.
Kedua utusan ini diharapkan memainkan peran kunci dalam upaya mengakhiri konflik yang telah berlangsung lebih dari dua tahun antara Israel dan Hamas.
Menurut laporan media AS Axios, Steve Witkoff dan Jared Kushner berangkat atas mandat langsung dari Presiden Trump. Mereka bergabung dalam negosiasi pembebasan sandera Hamas yang tersisa serta upaya mewujudkan penghentian perang di Gaza.
Satu hari sebelumnya, Trump dikabarkan telah menggelar rapat bersama tim keamanan nasional AS di Gedung Putih guna membahas perkembangan terbaru negosiasi Gaza sebelum keberangkatan kedua utusannya.
Media Axios juga melaporkan bahwa pejabat senior AS menunjukkan optimisme hati-hati terkait peluang tercapainya kesepakatan damai dalam waktu dekat.
"Tujuannya jelas, membebaskan seluruh sandera dan menghentikan perang," tulis laporan tersebut, dikutip Anadolu, Rabu (8/10).
Pejabat AS bahkan menegaskan bahwa Witkoff dan Kushner tidak akan meninggalkan Mesir tanpa hasil konkret, menandakan betapa seriusnya pendekatan diplomatik yang sedang dijalankan Washington di bawah kepemimpinan Trump.
Selain AS, Qatar juga memainkan peran penting dalam proses ini. Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dijadwalkan tiba di Sharm el-Sheikh hari ini untuk turut serta dalam perundingan bersama para mediator internasional lainnya.
Pembicaraan tersebut telah berlangsung sejak Senin (6/10), melibatkan berbagai pihak yang berupaya mempersempit perbedaan posisi antara Israel dan Hamas dalam mencapai kesepakatan damai yang berkelanjutan.
Sebelumnya, pada 29 September, Trump mengumumkan proposal perdamaian 20 poin yang mencakup:
- Pembebasan seluruh tawanan Israel dengan imbalan tahanan Palestina,
- Penerapan gencatan senjata permanen,
- Pelucutan senjata Hamas, dan
- Pembangunan kembali Gaza secara bertahap.
Menurut laporan media Timur Tengah, Hamas telah menyatakan persetujuan prinsip terhadap rencana tersebut.
Konflik di Gaza sendiri telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak Oktober 2023. Serangan udara dan darat tanpa henti dari militer Israel menghancurkan infrastruktur vital, menjadikan wilayah tersebut nyaris tidak layak huni, serta memicu krisis kemanusiaan besar berupa pengungsian massal, kelaparan, dan wabah penyakit di seluruh Jalur Gaza. (Fer/I-1)