Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Journal of Cosmology and Astroparticle Physics memberikan prediksi baru soal bagaimana akhir dari alam semesta bisa terjadi.
Jika selama ini banyak teori yang menyebut kosmos akan terus mengembang tanpa batas ke segala arah, penelitian ini justru mengatakan hal sebaliknya.
Mengutip Popular Science, Rabu (8/10/2025), menurut hasil kajian itu suatu hari nanti alam semesta akan berhenti mengembang, lalu perlahan mulai menyusut hingga pada akhirnya runtuh kembali.
Skenario ini dikenal dengan istilah “big crunch”, atau bisa dibilang semacam kebalikan dari Big Bang.
Teori ini didukung sejumlah ilmuwan, termasuk fisikawan Henry Tye dari Cornell University, yang menggunakan data terbaru tentang energi gelap (dark energy) yang baru dirilis tahun ini sebagai dasar hipotesis mereka.
“Data terbaru ini tampaknya menunjukkan bahwa konstanta kosmologis memiliki nilai negatif, dan itu berarti alam semesta pada akhirnya akan berakhir dalam sebuah big crunch,” jelas Tye dalam pernyataannya.
Jika teori ini benar, artinya alam semesta kita saat ini sudah menempuh hampir separuh perjalanan menuju ‘kiamat’ yang tak terhindarkan itu.
Konstanta Kosmologis yang Ternyata Negatif
Selama beberapa dekade, para ilmuwan percaya bahwa alam semesta akan terus mengembang tanpa henti.
Keyakinan ini muncul karena adanya energi gelap, sebuah kekuatan misterius yang diduga mendorong kosmos semakin melebar.
Dasar dari teori ini adalah perhitungan konstanta kosmologis, sebuah nilai yang pertama kali diperkenalkan oleh Albert Einstein dan selama ini dianggap bernilai positif.
Tapi data terbaru justru memberi gambaran berbeda. Hasil dari dua proyek penelitian besar, Dark Energy Survey dan Dark Energy Spectroscopic Instrument, tidak mendukung teori konstanta positif tersebut.
Saat para peneliti memasukkan data baru ini ke dalam model kosmik, mereka menemukan kemungkinan besar konstanta itu justru bernilai negatif. Ini berarti ada gaya yang menarik alam semesta untuk kembali menyusut.
Garis Waktu Menuju Keruntuhan Alam Semesta
Dalam studi ini, selain memprediksi akhir dari alam semesta, para peneliti juga mencoba memperkirakan kapan hal itu akan terjadi.
Berdasarkan model yang mereka buat, alam semesta diperkirakan akan mencapai ukuran terbesarnya sekitar 11 miliar tahun dari sekarang.
Setelah titik itu tercapai, gravitasi bersama dengan konstanta kosmologis yang bernilai negatif akan perlahan menarik semuanya kembali.
Alam semesta yang selama ini terus mengembang akan mulai menyusut, bergerak ke arah satu titik tunggal, semacam kebalikan dari peristiwa Big Bang.
Proses penyusutan ini tentu tidak terjadi dalam waktu singkat. Dibutuhkan miliaran tahun hingga akhirnya, setelah mencapai usia sekitar 33 miliar tahun sejak awal terbentuk, alam semesta diprediksi akan runtuh total dan hancur kembali menjadi ketiadaan.
Akhir dari Sebuah Awal
Hipotesis big crunch ini adalah salah satu dari beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana akhir alam semesta bisa terjadi.
Teori ini berdampingan dengan dua teori populer lainnya, yaitu "big rip" atau robekan besar, dan "long freeze" atau pembekuan panjang.
Meskipun masih berupa hipotesis, prediksi ini tidak dibuat sembarangan. Para ilmuwan mendasarkannya pada data terbaru tentang energi gelap dan materi gelap, dua hal misterius yang sampai sekarang masih belum sepenuhnya kita pahami, tetapi diyakini memegang peran penting dalam perjalanan kosmos.
“Pada tahun 1960-an, kita mengetahui bahwa alam semesta memiliki sebuah permulaan,” ujar Henry Tye. "Sangat baik untuk mengetahui bahwa, jika data ini bertahan, alam semesta juga akan memiliki sebuah akhir."