Di dalam dunia pendidikan, kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang menyokong pelajaran utama di kelas. Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari proyek yang berkaitan dengan budaya, kegiatan sosial, hingga kerja kelompok dengan lintas mata pelajaran. Hal ini memiliki tujuan untuk menumbuhkan keterampilan sosial, kerja sama, dan karakter murid melalui pengalaman nyata yang mereka rasakan.
Beberapa waktu yang lalu, di sekolah tempat saya mengajar, kegiatan kokurikuler yang diselenggarakan memiliki tema masakan daerah Indonesia. Tiap-tiap kelasnya diminta untuk menyiapkan proyek memasak makanan khas dari berbagai wilayah nusantara. Tentu, kegiatan ini bukan hanya sekadar lomba, tetapi juga merupakan bagian dari pembelajaran lintas bidang yang menggabungkan budaya, kreativitas, juga kolaborasi.
Selama beberapa minggu awal, suasana terasa hidup. Kelas dan diskusi selama kegiatan kokurikuler berjalan ramai. Murid tampak antusias dalam menentukan mereka mau membuat proposal dan akan memasak hasil akhir dari masakan daerah nusantara yang mana.
Namun, di antara semua kelas yang sudah mempresentasikan dan menyajikan hasilnya, ada satu kelas yang justru belum menyiapkan apa pun. Ternyata, kelas ini belum mendapat arahan apa-apa dari guru yang mendampingi kegiatan kokurikuler di kelas sejak awal. Hal ini mengakibatkan mereka tertinggal dari jadwal dan juga kelas lain.
Meski akhirnya bisa diselesaikan dengan mereka diberi kesempatan untuk mempresentasikan dan menyajikan hasilnya di minggu depan, kejadian ini tentu memberikan pelajaran yang cukup penting mengenai peran komunikasi di dalam dunia pendidikan.
Lebih dari Sekadar Kegiatan Tambahan
Kegiatan kokurikuler ini seringkali dianggap hanya sebagai pendukung dari pembelajaran di kelas. Padahal, di balik kegiatan ini, ada nilai-nilai sosial yang penting untuk dipelajari oleh murid. Di antaranya adalah tanggung jawab, koordinasi, hingga kemampuan bekerja sama dalam kelompok.
Bila dilihat dari perspektif sosiologi pendidikan, sekolah adalah miniatur masyarakat. Di mana sekolah adalah tempat bagi tiap-tiap individu untuk belajar berperan dan berinteraksi dalam struktur sosialnya. Guru dalam hal ini memiliki peran sebagai fasilitator dan pengarah, sementara murid akan belajar mengenai kerja sama, adaptasi, dan rasa tanggung jawab dalam melakukan sesuatu.
Maka dengan ini, apabila komunikasi antara guru pendamping dengan murid terputus, bukan hanya proyek kokurikuler yang akan terhambat, tetapi juga fungsi sosial dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan pada sejatinya tidak hanya diukur dari hasil akhir, tetapi dari bagaimana proses sosial dan pembelajaran nilai-nilai itu dijalankan.
Sekolah sebagai Ruang Interaksi Sosial
Emile Durkheim, seorang sosiolog klasik, menegaskan bahwa pendidikan memiliki fungsi untuk membentuk solidaritas sosial dan keteraturan moral. Sekolah bukan hanya sebagai tempat untuk mentransfer ilmu, tetapi juga sebagai ruang pembiasaan norma dan nilai bersama. Maka, saat koordinasi di dalamnya tidak berjalan dengan baik, nilai-nilai ini pun berisiko luntur.
Kasus satu kelas yang tertinggal tadi merupakan cerminan kecil bagaimana komunikasi yang terputus bisa memengaruhi seluruh lingkungan pembelajaran. Bukan karena niat ataupun kemampuan yang kurang, tetapi karena tidak terciptanya ruang dialog yang baik antara guru dan murid. Dalam konteks ini, pandangan dari Paulo Freire sangat relevan. Ia bepandangan bahwa pendidikan adalah proses dialogis, bukan satu arah saja. Guru tidak hanya mengarahkan, melainkan membuka ruang percakapan yang membuat murid merasa didengar dan berdaya.
Dari kejadian sederhana ini, sekolah belajar bahwa pengawasan bukan hanya sekedar kewajiban administratif. Ia adalah bagian dari porses mendidik yang sesungguhnya. Guru pendamping perlu hadir tidak hanya secara formal, tetapi juga secara sosial untuk memastikan setiap kelas mendapatkan arahan dan kesempatan belajar yang adil. Bagi murid, pengalaman ini juga menjadi pembelajaran sosial bahwa kerja sama tidak akan berhasil tanpa komunikasi yang terbuka. Dalam kelompok, koordinasi bukan tugas satu orang, tetapi tanggung jawab bersama.