
DIREKTUR Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menjelaskan, penggunaan etanol dalam campuran bensin bukanlah hal baru di Indonesia. Kandungan etanol telah diterapkan melalui produk Pertamax Green 95 yang kini tengah menjalani uji pasar (trial market) oleh Pertamina.
Menurut Eniya, pertamax green 95 menggunakan bahan dasar Pertamax karena termasuk kategori non-PSO (public service obligation) atau nonsubsidi.
"Etanol itu sudah ada di pertamax green 95. Memang Pertamina sudah melakukan trial market untuk komposisi etanol di dalam bensin," kata Eniya usai acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025 yang digelar Institute Essential Services Reform (IESR) secara daring, Senin (6/10).
Ia menjelaskan sasaran penerapan etanol pada tahap awal memang untuk pasar non-PSO terlebih dahulu. Eniya menuturkan, soal apakah nanti akan diperluas ke BBM PSO, itu masih menunggu keputusan lebih lanjut.
Saat ini, uji pasar Pertamax Green 95 telah dilakukan di 104 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), dengan kandungan etanol sebesar 5% (E5). Eniya mengatakan jika nanti ada arahan untuk mandatori etanol, komposisinya bisa dinaikkan.
"Apalagi konsumsi BBM non-PSO juga terus bertambah,” tambahnya.
Berdasarkan laporan BPH Migas, sekitar 1,7 juta konsumen yang beralih dari BBM PSO ke non-PSO. Kondisi ini, menurut Eniya, menjadi peluang pasar yang baik. Dengan penambahan etanol, angka oktan (RON) bensin meningkat, dari sekitar 90 menjadi lebih dari 108. "Sehingga, performa mesin pun membaik,” jelasnya.
Terkait kabar dua perusahaan swasta, BP-AKR dan Vivo Energy Indonesia yang menolak membeli bahan bakar dasar (base fuel) dari PT Pertamina Patra Niaga karena campuran etanol 3,5%, Eniya menyebut hal itu berada di ranah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas)
“Kalau soal itu saya tidak tahu, karena fokus kami di Pertamax Green 95,” ujarnya.
Lebih lanjut, Eniya menambahkan penerapan campuran etanol dalam bensin bukan hanya dilakukan di Indonesia. Banyak negara maju lain telah memperhatikan hal itu.
"Amerika sudah menggunakan E20, Brazil bahkan punya kebijakan fleksibel antara E35 hingga E100. Thailand dan India juga memakai E20, sementara di Eropa rata-rata sudah menerapkan E10,” tuturnya. (H-3)