
DELAPAN aktivis asal Jerman yang sebelumnya ditahan pasukan Israel di perairan internasional dalam misi kemanusiaan Armada Sumud Global (Global Freedom Flotilla) akhirnya tiba kembali di Jerman. Mereka disambut dengan hangat oleh keluarga dan pendukung di Bandara Brandenburg, Berlin.
Para aktivis tersebut merupakan bagian dari gerakan solidaritas internasional yang bertujuan menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza dan menentang blokade Israel yang telah berlangsung hampir 18 tahun. Aksi mereka sebelumnya mendapat perhatian luas dari komunitas global.
Salah satu aktivis, Kubra Cinar, mengaku mengalami perlakuan tidak manusiawi selama penahanan oleh otoritas Israel. Dalam wawancara dengan Anadolu yang dikutip Rabu (8/1), ia mengungkapkan kondisi yang dialami para aktivis selama berada dalam tahanan.
"Kami tidak diizinkan bertemu pengacara kami. Orang sakit tidak diberi obat. Kami tidak diberi makan selama 48 jam, dan selama sekitar 36 jam, tidak diberi air sama sekali,” katanya. “Berbagai bentuk kekerasan digunakan terhadap kami,” sambung dia.
Cinar juga menyayangkan sikap pemerintah Jerman yang dinilainya gagal melindungi warga negaranya sendiri dari perlakuan Israel.
“Jerman adalah pemasok senjata terbesar kedua bagi Israel. Seperti biasa, Jerman memilih untuk mengabaikan pelanggaran hukum Israel dan mendukung Israel, alih-alih warga negaranya sendiri,” imbuh dia.
Meski mengalami kekerasan, Cinar menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan kebebasan bagi rakyat Palestina.
“Kami tidak akan berhenti. Kami akan terus berjuang sampai blokade di Gaza dicabut,” tambah Cinar.
Penyiksaan fisik
Aktivis lainnya, Yasemin Acar, turut menggambarkan kondisi buruk selama penahanan, termasuk penyiksaan fisik.
“Kami dikurung di ruang sempit, dijemur berjam-jam tanpa makanan dan air, lalu dipukuli,” ujarnya.
“Mereka punya senjata, tapi yang kami miliki adalah cinta untuk rakyat Palestina. Bahkan saat dipukuli, kami terus meneriakkan Bebaskan Palestina,” lanjut dia.
Kedua aktivis tersebut juga menyoroti penderitaan rakyat Gaza yang disebut mereka tengah menghadapi krisis kemanusiaan terburuk.
“Rakyat Palestina hidup dalam genosida. Bayi-bayi dibunuh, dan mereka bahkan menyebut bayi kecil sebagai teroris,” kata Acar.
Sebelumnya, angkatan laut Israel menyerang dan menyita kapal-kapal Armada Sumud Global pada Rabu dini hari di perairan internasional. Lebih dari 470 aktivis dari lebih 50 negara dilaporkan ditahan dalam insiden tersebut. Armada ini membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza sebagai bentuk protes terhadap blokade Israel yang telah membuat wilayah berpenduduk 2,4 juta orang itu hampir tidak layak huni.
Sejak Oktober 2023, serangan udara Israel telah menewaskan lebih dari 67.100 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Serangan tersebut memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza yang kini menghadapi kehancuran infrastruktur dan kelangkaan pangan. (Fer/I-1