Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan aktivitas pertambangan di wilayah Parung Panjang masih ditutup sementara.
Hal ini ditegaskan Dedi usai beredarnya Surat Edaran Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat bernomor 5126/ES.09/Tambang.
Surat Edaran itu tentang Arahan kepada Pemegang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) di Jawa Barat.
Menurut Dedi surat itu ditujukan pada pemegang IUP di luar wilayah Parung Panjang.
"Surat yang beredar itu ditujukan untuk para pemegang IUP di luar wilayah tambang Parung Panjang yang hari ini sedang dilakukan evaluasi," kata Dedi dalam keterangannya, Senin (6/10).
Dedi menyebut, kegiatan tambang di wilayah Parung Panjang tetap ditutup untuk sementara. Apabila ada informasi tentang pembukaan kembali tambang tersebut, kata Dedi, maka informasi tersebut hoaks.
"Sedangkan untuk wilayah tambang di Parung Panjang tetap ditutup sementara. Sehingga apabila ada informasi yang menyatakan akan dibuka kembali, itu informasinya hoaks," ucap Dedi.
Dedi mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini tengah melakukan investigasi audit terhadap aktivitas pertambangan di Parung Panjang. Tim investigasi ini dibentuk untuk menganalisis fakta.
"Saya pastikan bahwa Parung Panjang sekarang Pemprov Jabar sedang melakukan tim audit investigatif. Agar berbagai peristiwa yang terjadi bisa ditemukan dan dianalisis fakta-fakta yang sebenarnya. Baik peristiwa lalu lintas, peristiwa lingkungan hidup, faktor ketaatan membayar pajak, reklamasi dan sejenisnya," ujar Dedi.
"Saya pastikan untuk Parung Panjang tetap ditutup untuk sementara," tegasnya.
Sebelumnya, Dedi menyetop sementara kegiatan pertambangan di Wilayah Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Rumpin, dan Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Pemberhentian itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat nomor 144/HUB.01.01.01/PEREK.
"Diminta kepada saudara menghentikan sementara kegiatan usaha pertambangan sejak tanggal 26 September 2025," kata Dedi melalui SE yang diteken pada Kamis, 25 September 2025.
Surat edaran itu menyatakan, masih terdapat permasalahan terkait aspek lingkungan dan keselamatan sehingga menyebabkan terganggunya ketertiban umum, kemacetan, polusi, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan, serta berpotensi terjadinya kecelakaan.