Dia menjelaskan salah satu tantangan yang dihadapi adalah risiko biaya distribusi yang tinggi bagi pelaku usaha.
"Jadi selalu tantangannya biaya distribusi barang yang tinggi," kata AHY saat membuka rapat koordinasi di Kantor Kementerian IPK, Jakarta Pusat pada Senin (6/10).
Tantangan lain yang dihadapi adalah kesejahteraan pengemudi angkutan barang. Selain itu, keberadaan praktik pungutan liar (pungli) pada sektor angkutan barang juga disebut sebagai tantangan.
Menghadapi tantangan itu, saat ini Kemenko IPK sudah merumuskan 9 rencana aksi nasional. Rencana itu terdiri dari beberapa langkah mulai dari integrasi pendataan angkutan barang dengan sistem elektronik, pengawasan pencatatan, dan penindakan.
Selain itu juga penetapan pengaturan kelas jalan provinsi dan kabupaten/kota, peningkatan daya saing distribusi logistik, pemberian insentif dan disinsentif untuk badan usaha angkutan barang, serta pengelola kawasan industri yang menerapkan atau melanggar kebijakan Zero ODOL dan kajian pengukuran dampak.
Terdapat pula rencana untuk penguatan aspek ketenagakerjaan dengan standar kerja yang layak bagi pengemudi, deregulasi dan harmonisasi peraturan, dan terakhir adalah pembentukan komite kerja untuk mendorong percepatan pengembangan konektivitas nasional sebagai delivery unit lintas sektor.
Adapun rencana yang menjadi prioritas adalah integrasi pendataan angkutan barang, kedua soal pemberian insentif dan disinsentif, dan ketiga adalah kajian pengukuran dampak penerapan Zero ODOL.
“Kajian pengukuran dampak penerapan kebijakan Zero ODOL terhadap perekonomian, terutama biaya logistik dan juga dampak pada inflasi,” ujarnya.
Rencana aksi yang akan menjadi prioritas selain itu adalah penguatan aspek ketenagakerjaan bagi pengemudi angkutan barang.
Untuk implementasi pada 1 Januari 2027, AHY menyebut hal itu sudah tak bisa ditunda-tunda lagi. AHY juga melakukan harmonisasi peraturan dengan Kementerian Hukum yang ditarget selesai pada Oktober 2025.
Sementara itu, kajian BPS mengenai dampak penerapan Zero ODOL terhadap biaya logistik, inflasi, dan perekonomian ditargetkan rampung Desember 2025.
35 Persen Pelaku Usaha Siap Normaliasi Kendaraan
AHY menyebut berdasarkan survei dan studi yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 35 persen pelaku usaha angkutan barang sudah siap menormalisasi kendaraan.
“Dari berapa bulan kita bekerja, sudah ada 35 persen (pelaku usaha) yang menyatakan siap atau ingin melakukan normalisasi. Apakah mengembalikan kepada kondisi awal atau investasi kendaraan baru. Nah ini tadi saya katakan ada peluang justru ada peluang ekonomi yang bisa kita timbulkan,” kata AHY.
Menurut dia, ...