
ANGGOTA Panitia Khusus Kawasan Tanpa Rokok (Pansus KTR) DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo menyarankan agar membuat ruang dialog bersama pemangku kepentingan sebelum pengesahan peraturan daerah.
Di antaranya dengan pelaku usaha, komunitas kesehatan, tokoh masyarakat, dan asosiasi. Hal sebagai bentuk menjaga keseimbangan kepentingan.
“Dialog itu perlu dimaksimalkan untuk meminimalisir celah hukum,” ujar Rio, dikutip Minggu (5/10).
Finalisasi 26 pasal terdiri dari 9 bab Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah rampung. Selanjutnya, penyerahan draf tersebut ke pimpinan DPRD dan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda). Kemudian, finalisasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Rio juga menekankan agar Pemprov DKI mengedepankan aspek keadilan dalam memberi sanksi pidana administratif terhadap pelanggar. Penanganan perlu secara preventif dan fasilitatif.
"Sanksi seperti denda Rp250 ribu hingga Rp100 juta (pada pasal tertentu) adalah alat penegakan akhir,” kata Politikus PDIP itu.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 17 menjelaskan perihal sanksi administratif sebesar Rp250 ribu terhadap individu yang dengan sengaja merokok di KTR. Tetap harus menghormati dan mematuhi aturan tersebut. Pada Ayat 8 dijelaskan peningkatan sanksi hingga Rp10 juta bagi pelanggar berulang sebanyak tujuh kali.
“Prioritas utama harus pada penyediaan sarana KTR yang jelas. Seperti signage (papan tanda) dan zona merokok terbatas,” tegas Rio.
“Sosialisasi masif serta kolaborasi dengan pelaku usaha untuk mematuhi aturan tanpa langsung menjatuhkan hukuman,” pungkas dia. (H-3)