Liputan6.com, Jakarta Salah satu seniman yang melenggang ke pembukaan Jakarta World Cinema 2025 atau JWC tahun ini adalah Joko Anwar. Sutradara film Pengabdi Setan dan Pengepungan di Bukit Duri mengaku tak punya film incaran dalam JWC 2025.
“Aku biasanya go blind. Aku biasanya war tiket dan apa saja filmnya,” kata Joko Anwar dalam interviu eksklusif dengan Showbiz Liputan6.com di CGV Cinemas, Grand Indonesia Jakarta, Sabtu (27/9/2025) malam.
JWC 2025 bertabur film-film keren. Tak sedikit yang ditayangkan lebih dari dua kali namun tiket tetap ludes. Sentimental Value, It Was Just an Accident, hingga Die, My Love yang dibintangi Jennifer Lawrence dan Robert Patinson.
Menghadiri festival film seperti JWC 2025 selalu terasa menyenangkan bagi Joko Anwar. Tak hanya sebagai audiens alias pencinta sinema, Joko Anwar tahun ini juga menjabat salah satu juri KlikFilm Short Movie Competition 2025. Berikut 6 catatannya.
Festival tahunan film internasional Venesia ke-77 akan dimulai pada 2 September 2020. Ini adalah acara besar pertama di kota ikonik sejak pandemi Covid-19.
1. Tak Mengejar Particular Title Tapi Go Blind
Salah satu tradisi Joko Anwar dalam menghadiri festival film seperti Jakarta World Cinema 2025 adalah tak mengejar particular title melainkan go blind. Ia lebih suka membiarkan hati dan pikiran kosong, tanpa ekspektasi. Lalu mengisinya dengan karya seni.
“Lebih suka kalau menonton di festival itu enggak mengejar particular title tapi go blind. Enggak baca sinopsis, bocoran, dan lain-lain. Justru itu sebenarnya yang dicari saat kita ke festival apalagi film-film yang baru,” Joko Anwar menjelaskan.
“Kalau kita terbiasa menonton di bioskop kan sudah ada marketing dan trailer segala macam. Kalau di festival, selalu nonton go blind enggak ada sama sekali ekspektasi,” ungkapnya.
2. Festival Film dan Ekosistem
Joko Anwar mengapresiasi penyelenggaraan kali keempat JWC tahun ini. Menurutnya, festival macam ini tak hanya menyehatkan komunitas pencinta sinema di Tanah Air tapi juga ekosistem film itu sendiri.
“Hubungannya bukan hanya dengan komunitas film, tapi ekosistem. Kalau kita bicara ekosistem perfilman berarti ada pembuat film, penonton film, pihak swasta dan pemerintah. Jadi semua pemangku kepentingan ini, dengan adanya festival, semua tereskalasi,” urainya.
3. Festival Film dan Pemerintah
Bagi penonton, Jakarta World Cinema 2025 membuka pikiran dan wawasan bahwa film tidak hanya yang tersedia di kanal mainstream seperti jaringan bioskop. Ada jalur alternatif legal yang memungkinkan kita melihat film-film lain.
“Bagi pemerintah, tentunya akan timbul kesadaran bahwa peminat film banyak banget. Kalau kita bisa memberi perhatian lebih besar pada perfilman, ini akan jadi lokomotif untuk cabang seni lain,” Joko Anwar membeberkan.
4. Festival Film dan Pihak Swasta
Dalam kesempatan itu, Joko Anwar juga mengapresiasi pihak swasta yang konsisten menggelorakan festival film. JWC misalnya, diselenggarakan secara daring dan luring oleh KlikFilm. Selain pesta film, ada juga kompetisi bikin film pendek.
“Bisa dilihat bahwa antusiasme dari semua event bukan hanya berguna untuk penonton tapi juga pihak swasta sebagai penyelenggara,” ucap Joko Anwar lalu menyorot pentingnya film-maker rajin menonton film.