Liputan6.com, Jakarta - Aktivis kemanusiaan Wanda Hamidah baru saja kembali ke Indonesia setelah menjalankan misi kemanusiaan di Gaza. Seperti yang dibagikan pada artikel sebelumnya, Senin (6/10/2025), Wanda Hamidah kembali setelah berjuang selama 35 hari dalam misi Global Sumud Flotilla.
Dalam wawancara dengan tim Hot Shot pada Senin (6/10/2025), Wanda Hamidah membagikan cerita misi kemanusiaan yang dijalaninya yang ternyata meninggalkan dilema batin yang mendalam baginya sebagai seorang ibu. Di satu sisi, ia bersemangat untuk membantu sesama, namun di sisi lain ia harus bergulat dengan rasa rindu yang luar biasa dari anak-anaknya di rumah.
"Selama di Sicilia atau selama di Tunisia, anak-anak saya, 'Kapan ibu pulang?' Saya enggak bisa menjawab pertanyaan kapan saya pulang karena saya terus berharap kapal saya berangkat ke Gaza," curhat Wanda. Ia berharap anak-anaknya dapat memahami perjuangan yang sedang ia jalani.
Wanda juga mengungkapkan dirinya mencoba menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa sedang membantu anak-anak di Gaza, Palestina. Namun, jawaban polos dari buah hatinya justru membuatnya terdiam, "Tapi kan ibu juga punya anak," ucap anaknya yang membuat Wanda merasa sangat sedih.
"Bahkan, hari-hari terakhir, saya jarang telepon anak karena pasti anak saya minta saya pulang, dan itu hati saya kan jadi berat banget gitu," tambah Wanda. Meskipun berat, Wanda tetap melanjutkan misinya dengan tekad yang kuat demi kemanusiaan dan memohon doa dari teman serta keluarga dekatnya.
Aktivis lingkungan asal Swedia Greta Thunberg tiba di Yunani pada Senin (6/10) setelah dideportasi oleh Israel, bersama puluhan aktivis lain dari kapal Global Sumud Flotilla yang hendak menuju Gaza.
Ujian Fisik dan Mental
Wanda Hamidah mengungkapkan bahwa untuk mengikuti misi kemanusiaan ke Gaza, diperlukan persiapan fisik dan mental yang matang. Perjalanan laut yang panjang, kondisi cuaca ekstrem, dan ketidakpastian situasi menjadi ujian yang harus dihadapi, yang membuat Wanda harus mempersiapkan dirinya dengan berbagai latihan fisik seperti yoga, lari, hingga panjat tebing.
Selain itu, ia juga memperkuat mentalnya dengan niat dan keyakinan yang kuat. "Persiapan mental apalagi, karena ketika pelayaran kamu akan bertemu dengan ratusan orang dari ratusan karakter yang keras ya. Itu juga harus kalian hadapi, belum nanti juga ada tekanan, ada intimidasi," ujar Wanda.
Selain persiapan yang matang, Wanda juga membeberkan pada tim Hot Shot bahwa para relawan juga harus siap menghadapi berbagai tantangan selama perjalanan. Mereka harus bisa bertahan hidup dengan makanan seadanya, seperti kurma atau biskuit selama berhari-hari, beradaptasi dengan kondisi yang ada, mulai dari memasak, mencuci baju, hingga tetap beribadah di tengah ombak besar.
Tak Seberapa
Meskipun menghadapi berbagai rintangan yang berat, Wanda Hamidah menyadari bahwa perjuangannya tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang dialami oleh rakyat Palestina. Ia merasa bahwa apa yang ia lakukan adalah sebuah kewajiban sebagai sesama manusia.
"Berat, tapi ya kembali lagi bahwa ini enggak seberat perjuangan rakyat Palestina," ujarnya. Ia berharap apa yang dilakukannya dapat memberikan sedikit harapan dan bantuan bagi mereka yang membutuhkan.
Akhir Perjalanan Global Sumud Flotilla
Berdasarkan artikel sebelumnya, Wanda Hamidah dan para relawan dari Sumud Nusantara dan Global Sumud Flotilla terpaksa harus mengakhiri perjalanannya selama 35 hari. Langkah mereka gagal ke Gaza disebabkan oleh kendala teknis dan blokade, membuat kapal-kapal dalam misi kemanusiaan tersebut tidak bisa berlayar lebih jauh.
Dalam momen kepulangannya, Wanda juga menceritakan lika-liku saat berusaha menembus Gaza melalui jalur laut. Wanda Hamidah berangkat ke Gaza bersama dua warga Indonesia lainnya dalam Global Sumud Flotilla. Kedatangannya ke Gaza merupakan bentuk bantuan kemanusiaan yang berupa seperti makanan, minuman, obat-obatan, dan peralatan bayi.