Ekoteologi sebagai Jalan Baru Merawat Alam

6 hours ago 5
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erwan Widyarto (Pengurus Departemen Lingkungan ICMI DIY dan Sekretaris Paguyuban Bank Sampah DIY)

Menteri Agama Nasaruddin Umar saat membuka Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025 di Pesantren As’adiyah di Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025) beharap pembahasan ajaran-ajaran agama tentang menjaga alam dapat dilakukan. ”Mari kita eksplorasi ajaran turats tentang pelestarian lingkungan. Kini saatnya Kemenag mensponsori apa yang kami sebut sebagai ekoteologi, yakni kerja sama antara manusia, alam, dan Tuhan,” tegasnya.

Pernyataan Menteri Agama tentang perlunya menggali turats --warisan intelektual Islam klasik--untuk membangun kesadaran pelestarian lingkungan dan mengusung gagasan “ekoteologi” menarik untuk dicermati. Ungkapan bahwa “ekoteologi adalah kerja sama antara manusia, alam, dan Tuhan” sesungguhnya merepresentasikan paradigma spiritual-ekologis. Paradigma yang selama ini sering absen dari kebijakan negara maupun praktik keagamaan umat.

Di tengah krisis iklim yang makin nyata dirasakan dampaknya, gagasan ini menjadi penting. Tetapi, gagasan ini baru akan bermakna bila ditindaklanjuti dengan langkah konkret yang melibatkan pendidikan, regulasi, serta perubahan budaya.

Turats dan kesadaran ekologis

Turats dalam khazanah Islam kaya dengan pandangan ekologis. Konsep khalifah fil-ardh menegaskan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi, bukan penguasa yang bebas mengeksploitasi alam. Alquran berulang kali menegaskan larangan fasad fil-ardh (perusakan bumi), sekaligus mengingatkan bahwa keseimbangan adalah hukum kosmik yang wajib dijaga.

Hadis Nabi juga menegaskan etika ekologis. Salah satunya "Jika salah seorang di antara kalian menanam tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, maka hal itu dianggap sedekah baginya" (HR Bukhari dan Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa tindakan menanam dan merawat tanaman yang hasilnya bisa dimanfaatkan oleh makhluk lain adalah amal kebaikan yang besar dan bernilai sedekah.

Hadis lain yang sangat menekankan kepedulian terhadap lingkungan adalah "Jika kiamat tiba sedangkan di tangan seorang dari kalian ada bibit pohon kurma, maka jika dia mampu menanamnya sebelum kiamat datang, hendaklah dia menanamnya" (HR Bukhari). Hadis ini menekankan pentingnya menjaga dan melestarikan alam. Bahkan di saat-saat terakhir sebelum kiamat. Ini menunjukkan betapa nilai menjaga lingkungan itu universal dan penting dalam ajaran Islam.

Tradisi fiqh al-bi’ah (fikih lingkungan) yang mulai berkembang beberapa dekade terakhir hanyalah kelanjutan dari turats tersebut. Prinsip fikih lingkungan ini mendasari lahirnya Fatwa MUI No. 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah yang Mencegah Kerusakan Lingkungan dan gerakan Eco-masjid hingga saat ini.

Sayangnya, dalam realitas kontemporer, dimensi ekologis itu sering terpinggirkan. Dakwah keagamaan lebih banyak berhenti pada ritual dan moral individual, bukan pada isu kolektif seperti krisis iklim, polusi, atau sampah plastik. Karena itu, ajakan Menag menuntut keberanian menafsir ulang turats agar relevan dengan konteks ekologis hari ini.

Ekoteologi sebagai paradigma

Ekoteologi dapat dipahami sebagai sintesis antara spiritualitas, etika sosial, dan ilmu lingkungan. Ia mengandaikan kesadaran bahwa kerusakan ekologis adalah bentuk ketidaktaatan kepada Tuhan, dan menjaga alam berarti beribadah. Dengan kerangka ini, hubungan manusia dengan alam bukan sekadar ekonomi atau teknis, melainkan sakral.

Krisis lingkungan --mulai dari banjir, kekeringan, hingga polusi udara-- tidak hanya dilihat sebagai bencana alam, tetapi juga sebagai “peringatan teologis” bahwa keseimbangan kosmik telah dilanggar.

Paradigma ini sejalan dengan gagasan kosmologi Islam klasik yang menempatkan manusia, hewan, tumbuhan, dan unsur alam lain adalah makhluk Tuhan yang memiliki hak untuk hidup dan berkembang. Relasi segitiga antara manusia, alam, dan Tuhan membuka jalan bagi spiritualisasi ekologi yakni menjaga lingkungan adalah bagian dari ibadah sosial.

Apa yang mesti dilakukan?

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana mewujudkan ekoteologi agar tidak berhenti sebagai jargon?

Pertama, integrasi kurikulum keagamaan. Pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi keagamaan perlu memasukkan pendidikan ekoteologi. Tafsir ayat-ayat kauniyah, hadis lingkungan, dan fiqh al-bi’ah bisa diajarkan secara aplikatif.

Santri tidak hanya menghafal ayat, tapi juga belajar mengelola sampah, menanam pohon, atau mengelola energi terbarukan di lingkungan pesantren. Dengan begitu, turats tidak berhenti pada kitab kuning, melainkan menjelma sebagai aksi hijau.

Kesadaran ini mulai tumbuh di sejumlah pesantren. Tanggal 1 Oktober 2025 lalu, saya memberi “kuliah“ dalam Clean Development Course di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Putri 1. Pondok di Mantingan Ngawi ini punya bank sampah dan mulai mengelola sampah yang muncul di lingkungan asrama dengan 3.000 santri.

Contoh lain yang lagi viral, Pondok Pesantren Krapyak yang berhasil mengelola sampah di lingkungan pondok. Melalui intervensi pihak pondok terhadap santri, berhasil melakukan pengurangan produksi sampah dari 2 ton per hari menjadi 100 kilogram per hari. Sampah plastik sekali pakai dari kebiasaan minum es teh jumbo, misalnya, tidak muncul lagi karena santri wajib menggunakan tumbler/wadah sendiri saat membeli es teh. Sampah kemasan sachet sampo dan sabun hilang karena santri dilarang membeli sampo dalam kemasan sachet. Ganti dengan kemasan botol yang sampahnya bisa dikelola dengan dijual ke perosok.

Kedua, dorong gerakan ritual hijau. Kemenag dapat memprakarsai “ritual ramah lingkungan” seperti masjid bebas plastik, penggunaan energi hemat, wudhu hemat air, hingga gerakan sedekah oksigen berupa penanaman pohon setelah akad nikah atau ibadah haji. Ritual-ritual ini menanamkan kesadaran ekologis sebagai bagian dari ibadah.

Ketiga melalui regulasi dan teladan. Ekoteologi tidak cukup hanya pada tataran individu. Kemenag perlu mengeluarkan regulasi internal. Misalnya, setiap kantor Kemenag wajib memiliki program pengelolaan sampah, penghijauan, atau penggunaan energi ramah lingkungan. Teladan kelembagaan ini penting agar ekoteologi tidak berhenti pada ceramah.

Keempat, dialog antaragama. Ekoteologi seharusnya menjadi platform lintas iman. Hampir semua agama memiliki prinsip serupa: bumi adalah titipan Ilahi. Umat Katolik punya Laudato Si, umat Hindu ada Tri Hita Kirana dan lainnya. Kolaborasi antaragama dalam program konservasi, bersih-bersih sungai, atau edukasi sampah bisa memperkuat solidaritas sosial dan mereduksi konflik identitas yang kerap muncul.

Kelima adanya dukungan kebijakan publik. Gagasan ekoteologi harus bersinergi dengan kebijakan lingkungan nasional. Misalnya, fatwa Majelis Ulama tentang haramnya membuang sampah sembarangan atau fatwa haram pembakaran hutan bisa diperkuat dengan dukungan pemerintah melalui Kemenag. Kolaborasi ini akan memberi daya legitimasi moral sekaligus politis.

Catatan akhir

Ada tantangan besar untuk mengusung gagasan ekoteologi ini. Di antaranya, risiko birokratisasi gagasan ekoteologi sehingga berhenti pada seremoni tanpa aksi nyata. Kedua, potensi politisasi. Ekoteologi bisa dipakai hanya sebagai citra hijau pejabat. Karena itu, pengawalan dari masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas lingkungan menjadi penting agar gagasan ini tidak tereduksi.

Gagasan Menag tentang ekoteologi adalah pintu masuk yang penting bagi lahirnya kesadaran ekologis berbasis agama. Namun, tanpa langkah konkret, ia hanya akan jadi jargon. Yang dibutuhkan adalah keberanian mengintegrasikan turats ke dalam praktik keseharian, menjadikan masjid, pesantren, dan keluarga sebagai pusat pendidikan lingkungan.

Dengan demikian, ekoteologi tidak berhenti sebagai ide indah, tetapi hadir sebagai gerakan nyata menjaga bumi. Bumi sebagai rumah bersama manusia, alam, dan tempat perjumpaan dengan Tuhan.

Read Entire Article